Kebijakan Publik VS Konsekuensi Moral
KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI KEPUTUSAN YANG MENGANDUNG KONSEKUENSI MORAL

Negara sesungguhnya merupakan wahana bagi bersatunya sekelompok orang yang merasa senasib, terikat lokasi tanah air,dan punya tujuan-tujuan sama. Dalam rangka mencapai tujuan yang sama dan kepentingan masyararakat maka perlu memahami pola perilaku aparat negara dalam menerjemahkan kepentingan masyarakat.
Aktivitas- aktivitas pokok yang ditelaah untuk maksud tersebut terangkum dalam pengertian Kebijakan Publik (Public Policy). Untuk menyamakan acuan persepsi terhadap kebijakan publik, ada beberapa pengertian /definisi yang perlu dikemukakan :
ROBERT EYESTONE : Secara luas sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya ; THOMAS R. DYE: Apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan
JAMES ANDERSON : Arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan
KEADILAN SOSIAL
Tolok ukur peningkatan kemakmuran ekonomis yang cukup ,dilihat dari pranata publik adalah terwujudnya keadilan sosial, nilai keadilan sosial yang ingin dicapai dengan tersusunnya suatu masyarakat yang seimbang dan teratur sehingga seluruh warganegara memperoleh kesempatan membangun suatu kehidupan yang layak dan yang lemah kedudukannya akan mendapatkan bantuan seperlunya.
Konsepsi keadilan sosial, disatu pihak mewajibkan negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum serta membagi beban dan manfaatnya kepada para warga negara secara proporsional seraya membantu anggota-anggota yang lemah, dan dilain pihak mewajibkan para warga untuk membantu masyarakat atau negara guna mencapai tujuannya. Gagasan tersebut muncul dari pengertian Negara Kesejahteraan ( Welfare State ) , yang ingin menempatkan kesejahteraan rakyat pada prioritas tinggi.
Dilihat dari UUD. pada PEMBUKAAN bahwa pemerintah harus mewujudkan kesejahteraan umum serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang dijabarkan kedalam beberapa pasal-pasal didalam Batang Tubuh , maka jelas bahwa penyelenggara Administrasi Pemerintahan yang menuju cita-cita kesejahteraan atau keadilan sosial merupakan kewajiban bagi seluruh aparat negara disetiap jenjang.
Sesuai dengan prinsip keadilan distributif, keadilan sosial mengandaikan adanya di tribusi barang dan sumber-sumber daya secara adil ( the justice of distributing goods and resourcees ), maka kebijakan –kebijakan publik harus menjamin penentuan sumber-sumber daya yang terdapat disuatu negara, dengan menanggulangi kemiskinan, ketimpangan dan pemerataan kesempatan kerja.
Para pejabat ( Birokrasi ) hendaknya tidak membiarkan ketimpangan sosial dibiarkan berlarut-larut sehingga dapat menimbulkan keresahan, ketidak puasan yang dapat menjadi gejolak yang sulit dikendalikan ; agar terselenggaranya administrasi negara yang berwibawa disetiap jenjang , kita wajib selalu mencegah timbulnya distribusi yang tidak adil ( unjust distribution ) dari sumberdaya politis, sosial maupun ekonomis.
PARTISIPASI DAN ASPIRASI WARGA NEGARA
Dalam proses pembangunan disegala sektor , aparat negara sering mengambil kebijakan-kebijakan yang terwujud dalam pelbagai keputusan yang mengikat masyarakat umum dengan tujuan demi tercapainya tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi , dan keputusan tersebut dapat membuka kemungkinan dilanggarnya hak-hak asasi warga negara akibat adanya pertimbangan ekonomis, stabilitas dan security yang kurang memperhatikan pertimbangan mengenai aspirasi masyarakat dan hak asasi warga negara serta partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat hendaknya diperhatikan , tidak saja oleh para pengambil keputusan strategis tetapi juga aparat administrasi dan para birokrat yang langsung berhadapan dengan masalah publik agar supaya mereka memperhatikan kehendak rakyat sebenarnya, sekaligus untuk mendidik masyarakat agar terlibat dalam gerak pembangunan dengan sepenuh hati.
MASALAH-MASALAH LINGKUNGAN
Kemajuan teknologi dan pembangunan fisik telah membawa kemajuan peradaban manusia yang luar biasa, dan secara keseluruhan kesejahteraan manusia meningkat.Namun akhir-akhir ini industrialisasi dan pembangunan yang kurang terencana dengan baik mulai menimbulkan kekhawatiran berkenaan dengan masalah kelestarian alam dan lingkungan.
Meningkatnya taraf hidup manusia membawa tuntutan yang makin tinggi atas berbagai kebutuhan , sementara itu daya dukung alam di bumi (sumber daya alam ) tidak pernah akan bertambah. Selain menghadapi masalah alam dan lingkungan juga menghadapi pertumbuhan penduduk yang membawa persoalan pemukiman, perencanaan tata ruang, pemenuhan kebutuhan dasar dan pendidikan.
Pemerintah dalam hal ini harus tegas dalam menerapkan peraturan yang ada, karena masalah yang dihadapi adalah bagaimana me-menuhi kebutuhan manusia, menjaga akselerasi pertumbuhan ekonomis, yang sekaligus menyelaraskan dengan kehidupan pelestarian flora dan fauna untuk kemaslahatan manusia.
Sudah barang tentu para birokrat menanggung kewajiban moral yang besar terhadap masalah lingkungan , karena merekalah yang memiliki kekuasaan untuk menentukan pengaturan proyek-proyek industri, perizinan lokasi, atau memberi sanksi yang dijatuhkan bagi pencemar lingkungan .
PELAYANAN UMUM
Sadar atau tidak, setiap warga negara selalu berhubungan dengan aktivitas birokrasi pemerintahan, mulai dari persoalan kandungan sampai keliang kubur, sehingga keberadaan birokrasi pemerintahan menjadi suatu “ conditio sine quanon “ yang tidak dapat ditawar lagi.
Begitu luas ruang lingkup pelayanan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah sehingga semua orang mau tidak mau harus menerima bahwa intervensi birokrasi melalui pelayanan umum itu absah adanya.
Pertanyaan etis yang muncul yaitu sehubungan dengan kurangnya perhatian (concern) para aparatur birokrasi terhadap kebutuhan warga negara tersebut diatas, untuk memperoleh pelayananan yang sederhana saja, pengguna jasa sering dihadapkan pada kesulitan yang terkadang mengada-ada. Rutinisasi tugas pelayanan umum dan penekanan yang berlebihan kepada pertanggung jawaban formal mengakibatkan adanya prosedur yang kaku dan lamban.
Ketentuan bahwa birokrasi punya kewajiban untuk melayani masyarakat menjadi terbalik, sehingga justru masyarakat yang melayani birokrasi, sikap para birokrat yang tidak bersedia melayani masyarakat secara adil dan merata hampir disemua instansi pemerintah. Sikap pandang organisasi birokrasi pemerintah dan gaya manajemen yang terlalu berorientasi pada tugas ( task oriented ), kegiatan ( activity ) dan pertanggung jawaban ( formal acountability ), kurangnya penekanan pada hasil ( product ) atau kwalitas pelayanan ( service quality ), lambat laun akan mengurangi kegairahan dan tantangan untuk melaksanakan pekerjaan organisasi.
MORAL INDIVIDU ATAU MORAL KELOMPOK
Komponen permasalahan yang berkaitan dengan kebijakan publik yaitu permasalahan keadilan sosial, partisipasi dan aspirasi masyarakat, lingkungan hidup dan pelayanan umum adalah permasalahan yang cukup aktual dinegara demokratis yang dihadapi birokrat dimana para aparatur negara merupakan kepanjangan tangan pemerintah memiliki posisi penting dalam kaitannya dengan masalah kemasyarakatan, dan kebijakan yang diambil akan berdampak luas terutama yang menyangkut hajat hidup masyarakat.
Dalam mengambil kebijakan yang baik biasanya menyertakan pengalaman , intuisi, dan hati nurani serta falsafah, kearifan, niat baik akan menjadi penopang paling kokoh bagi para administrator untuk menjaga kewibawaan dan kredibilitas , serta moral ( etika ).
Mempelajari etika berarti memahami sifat dasar tindakan manusia, pertentangan moral yang ada dibatinnya , pertimbangan moral yang mendasarinya, kesadaran moral ( moral conciousness ) yang menuntun perilakunya, kewajiban-kewajiban moral mereka sebagai mahluk yang paling sempurna, dan juga kelakuan moral ( moral conduct ) yang tampak dalam kehidupan sehari-hari.
Persoalan etis ternyata selalu muncul dalam hubungan antara negara, administrator, birokrat, pihak swasta ataupun masyarakat awam. Administrasi yang bertalian dengan penyelenggaraan pemerintahan suatu negara tampaknya merupakan bidang kegiatan yang rawan terhadap berbagai penyalahgunaan kekuasaan, penyelewengan keuangan, dan pemanfaatan jabatan untuk tujuan yang tidak bermoral.
Etika administrasi ingin mengkaji lebih dalam makna filosofis yang terdapat dibelakang setiap tindakan pejabat negara dan sekaligus merumuskan standar norma yang wajib diikuti oleh mereka yang berkecimpung dalam tugas sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.
Sebagai ilmu etika terapan etika administrasi tak hanya berhenti pada pemahaman filosofis tetapi juga menawarkan pedoman-pedoman bagi administrator dan birokrat dalam menghadapi dilema-dilema etis selama menjalankan tugasnya. Bidang kajian ini untuk sebagian termasuk dalam lingkup ilmu administrasi negara dan sebagian yang lain tercakup dalam lingkup ilmu filsafat, sehingga analisisnya dari filosofis ke administrasi atau dari persoalan normatif ke praktis dan sebaliknya.
Tugas pejabat atau pegawai negara tidak mudah, karena setiap orang yang menerima suatu pekerjaan harus bersedia menerima tanggung jawab yang menyertainya dan mau menanggung konsekuensi atas setiap kegagalan yang mungkin terjadi , maka pejabat negara pun harus memikul tanggung jawab sebagai aparatur negara, tidak terkecuali pada pegawai dieselon yang paling bawah.
Mereka harus dapat melakukan apa yang menjadi harapan rakyat, menaati kaidah hukum , menaruh perhatian terhadap keprihatinan dan masalah-masalah warga negara, dan mengikuti pola perilaku etis tanpa cacat, meskipun bahwa setiap kebijakan tidak dapat memuaskan setiap orang.
PERTANGGUNG JAWABAN ADMINISTRASI
Pengambilan keputusan didalam organisasi publik melibatkan banyak pihak, wajar bila rumusan kebijakan merupakan hasil kesepakatan antar warga pemilih (constituency) para pemimpin politik, tehnokrat, birokrat administrator, serta para pelaksana dilapangan , dimana kaitan pertanggungjawabannya harus ditaati oleh aparatur negara.
Pertanggung jawaban:sebagai proses antar pribadi yang menyangkut tindakan, perbuatan, atau keputusan seseorang dalam hubungannya dengan orang lain sehingga ia dapat menerima hak dan wewenang tertentu berikut sanksi yang menjadi konsekuensinya.
Dalam Administrasi Publik pertanggung jawaban mengandung 3 konotasi yakni Sebagai Akuntabilitas ( accountability ), Sebagai Sebab—Akibat ( cause ), Sebagai Kewajiban ( obligation ). Tanggung jawab yang ada dipundak setiap pejabat negara berasal dari otoritas, bidang, arah, dan jenjang yang berbeda-beda, kita tidak dapat menuntut tanggung jawab itu hanya dengan hukum dan aturan yang berlaku karena terkadang kodifikasi aturan tersebut tidak mampu menampung masalah yang begitu luas, namun demikian pertanggungjawaban internal saja juga tak cukup.
Karena tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh para administrator menyangkut bangsa, negara dan masyarakat, maka sangat wajar jika lingkup pertanggungjawaban yang mesti dipenuhi juga luas , tidak hanya tugas keseharian yang sifatnya teknis prosedural, tetapi juga tugas lain dalam kedudukannya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.
Para pengambil keputusan negara mempunyai kewajiban tertentu kepada warga negara , karena mereka memperoleh sebagian hak yang sebelumnya merupakan hak individual yang diserahkan sebagian kepentingannya kepada para penguasa negara , dan negara melalui aparaturnya memperoleh hak untuk mengatur sebagian dari sisi hidup para warganya.
Lingkup pertanggungjawaban administrasi yang harus dijalankan oleh lembaga-lembaga negara beserta aparaturnya sedemikian luas , setidak-tidaknya harus melibatkan sifat tugas lembaga (tingkat teknis),strategi manajemen yang diterapkan oleh pimpinan lembaga ( tingkat manajemen ) dan konteks institusional dari pelaksanaan kerja dalam lembaga ( tingkat institusional ).
Mekanisme perlu mempertimbangkan ketiga faktor tersebut secara serentak dan keterpaduan dalam sistem pertanggungjawaban dan pemakaian seluruh sistem pertanggungjawaban secara proporsional akan menjadi prasyarat agar tercipta proses administrasi negara yang adil dan kondisi kerja yang dinamis.
Sekian Tentang: KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI KEPUTUSAN YANG MENGANDUNG KONSEKUENSI MORAL, Semoga dapat bermanfaat.

Negara sesungguhnya merupakan wahana bagi bersatunya sekelompok orang yang merasa senasib, terikat lokasi tanah air,dan punya tujuan-tujuan sama. Dalam rangka mencapai tujuan yang sama dan kepentingan masyararakat maka perlu memahami pola perilaku aparat negara dalam menerjemahkan kepentingan masyarakat.
Aktivitas- aktivitas pokok yang ditelaah untuk maksud tersebut terangkum dalam pengertian Kebijakan Publik (Public Policy). Untuk menyamakan acuan persepsi terhadap kebijakan publik, ada beberapa pengertian /definisi yang perlu dikemukakan :
ROBERT EYESTONE : Secara luas sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya ; THOMAS R. DYE: Apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan
JAMES ANDERSON : Arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan
KEADILAN SOSIAL
Tolok ukur peningkatan kemakmuran ekonomis yang cukup ,dilihat dari pranata publik adalah terwujudnya keadilan sosial, nilai keadilan sosial yang ingin dicapai dengan tersusunnya suatu masyarakat yang seimbang dan teratur sehingga seluruh warganegara memperoleh kesempatan membangun suatu kehidupan yang layak dan yang lemah kedudukannya akan mendapatkan bantuan seperlunya.
Konsepsi keadilan sosial, disatu pihak mewajibkan negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum serta membagi beban dan manfaatnya kepada para warga negara secara proporsional seraya membantu anggota-anggota yang lemah, dan dilain pihak mewajibkan para warga untuk membantu masyarakat atau negara guna mencapai tujuannya. Gagasan tersebut muncul dari pengertian Negara Kesejahteraan ( Welfare State ) , yang ingin menempatkan kesejahteraan rakyat pada prioritas tinggi.
Dilihat dari UUD. pada PEMBUKAAN bahwa pemerintah harus mewujudkan kesejahteraan umum serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang dijabarkan kedalam beberapa pasal-pasal didalam Batang Tubuh , maka jelas bahwa penyelenggara Administrasi Pemerintahan yang menuju cita-cita kesejahteraan atau keadilan sosial merupakan kewajiban bagi seluruh aparat negara disetiap jenjang.
Sesuai dengan prinsip keadilan distributif, keadilan sosial mengandaikan adanya di tribusi barang dan sumber-sumber daya secara adil ( the justice of distributing goods and resourcees ), maka kebijakan –kebijakan publik harus menjamin penentuan sumber-sumber daya yang terdapat disuatu negara, dengan menanggulangi kemiskinan, ketimpangan dan pemerataan kesempatan kerja.
Para pejabat ( Birokrasi ) hendaknya tidak membiarkan ketimpangan sosial dibiarkan berlarut-larut sehingga dapat menimbulkan keresahan, ketidak puasan yang dapat menjadi gejolak yang sulit dikendalikan ; agar terselenggaranya administrasi negara yang berwibawa disetiap jenjang , kita wajib selalu mencegah timbulnya distribusi yang tidak adil ( unjust distribution ) dari sumberdaya politis, sosial maupun ekonomis.
PARTISIPASI DAN ASPIRASI WARGA NEGARA
Dalam proses pembangunan disegala sektor , aparat negara sering mengambil kebijakan-kebijakan yang terwujud dalam pelbagai keputusan yang mengikat masyarakat umum dengan tujuan demi tercapainya tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi , dan keputusan tersebut dapat membuka kemungkinan dilanggarnya hak-hak asasi warga negara akibat adanya pertimbangan ekonomis, stabilitas dan security yang kurang memperhatikan pertimbangan mengenai aspirasi masyarakat dan hak asasi warga negara serta partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat hendaknya diperhatikan , tidak saja oleh para pengambil keputusan strategis tetapi juga aparat administrasi dan para birokrat yang langsung berhadapan dengan masalah publik agar supaya mereka memperhatikan kehendak rakyat sebenarnya, sekaligus untuk mendidik masyarakat agar terlibat dalam gerak pembangunan dengan sepenuh hati.
MASALAH-MASALAH LINGKUNGAN
Kemajuan teknologi dan pembangunan fisik telah membawa kemajuan peradaban manusia yang luar biasa, dan secara keseluruhan kesejahteraan manusia meningkat.Namun akhir-akhir ini industrialisasi dan pembangunan yang kurang terencana dengan baik mulai menimbulkan kekhawatiran berkenaan dengan masalah kelestarian alam dan lingkungan.
Meningkatnya taraf hidup manusia membawa tuntutan yang makin tinggi atas berbagai kebutuhan , sementara itu daya dukung alam di bumi (sumber daya alam ) tidak pernah akan bertambah. Selain menghadapi masalah alam dan lingkungan juga menghadapi pertumbuhan penduduk yang membawa persoalan pemukiman, perencanaan tata ruang, pemenuhan kebutuhan dasar dan pendidikan.
Pemerintah dalam hal ini harus tegas dalam menerapkan peraturan yang ada, karena masalah yang dihadapi adalah bagaimana me-menuhi kebutuhan manusia, menjaga akselerasi pertumbuhan ekonomis, yang sekaligus menyelaraskan dengan kehidupan pelestarian flora dan fauna untuk kemaslahatan manusia.
Sudah barang tentu para birokrat menanggung kewajiban moral yang besar terhadap masalah lingkungan , karena merekalah yang memiliki kekuasaan untuk menentukan pengaturan proyek-proyek industri, perizinan lokasi, atau memberi sanksi yang dijatuhkan bagi pencemar lingkungan .
PELAYANAN UMUM
Sadar atau tidak, setiap warga negara selalu berhubungan dengan aktivitas birokrasi pemerintahan, mulai dari persoalan kandungan sampai keliang kubur, sehingga keberadaan birokrasi pemerintahan menjadi suatu “ conditio sine quanon “ yang tidak dapat ditawar lagi.
Begitu luas ruang lingkup pelayanan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah sehingga semua orang mau tidak mau harus menerima bahwa intervensi birokrasi melalui pelayanan umum itu absah adanya.
Pertanyaan etis yang muncul yaitu sehubungan dengan kurangnya perhatian (concern) para aparatur birokrasi terhadap kebutuhan warga negara tersebut diatas, untuk memperoleh pelayananan yang sederhana saja, pengguna jasa sering dihadapkan pada kesulitan yang terkadang mengada-ada. Rutinisasi tugas pelayanan umum dan penekanan yang berlebihan kepada pertanggung jawaban formal mengakibatkan adanya prosedur yang kaku dan lamban.
Ketentuan bahwa birokrasi punya kewajiban untuk melayani masyarakat menjadi terbalik, sehingga justru masyarakat yang melayani birokrasi, sikap para birokrat yang tidak bersedia melayani masyarakat secara adil dan merata hampir disemua instansi pemerintah. Sikap pandang organisasi birokrasi pemerintah dan gaya manajemen yang terlalu berorientasi pada tugas ( task oriented ), kegiatan ( activity ) dan pertanggung jawaban ( formal acountability ), kurangnya penekanan pada hasil ( product ) atau kwalitas pelayanan ( service quality ), lambat laun akan mengurangi kegairahan dan tantangan untuk melaksanakan pekerjaan organisasi.
MORAL INDIVIDU ATAU MORAL KELOMPOK
Komponen permasalahan yang berkaitan dengan kebijakan publik yaitu permasalahan keadilan sosial, partisipasi dan aspirasi masyarakat, lingkungan hidup dan pelayanan umum adalah permasalahan yang cukup aktual dinegara demokratis yang dihadapi birokrat dimana para aparatur negara merupakan kepanjangan tangan pemerintah memiliki posisi penting dalam kaitannya dengan masalah kemasyarakatan, dan kebijakan yang diambil akan berdampak luas terutama yang menyangkut hajat hidup masyarakat.
Dalam mengambil kebijakan yang baik biasanya menyertakan pengalaman , intuisi, dan hati nurani serta falsafah, kearifan, niat baik akan menjadi penopang paling kokoh bagi para administrator untuk menjaga kewibawaan dan kredibilitas , serta moral ( etika ).
Mempelajari etika berarti memahami sifat dasar tindakan manusia, pertentangan moral yang ada dibatinnya , pertimbangan moral yang mendasarinya, kesadaran moral ( moral conciousness ) yang menuntun perilakunya, kewajiban-kewajiban moral mereka sebagai mahluk yang paling sempurna, dan juga kelakuan moral ( moral conduct ) yang tampak dalam kehidupan sehari-hari.
Persoalan etis ternyata selalu muncul dalam hubungan antara negara, administrator, birokrat, pihak swasta ataupun masyarakat awam. Administrasi yang bertalian dengan penyelenggaraan pemerintahan suatu negara tampaknya merupakan bidang kegiatan yang rawan terhadap berbagai penyalahgunaan kekuasaan, penyelewengan keuangan, dan pemanfaatan jabatan untuk tujuan yang tidak bermoral.
Etika administrasi ingin mengkaji lebih dalam makna filosofis yang terdapat dibelakang setiap tindakan pejabat negara dan sekaligus merumuskan standar norma yang wajib diikuti oleh mereka yang berkecimpung dalam tugas sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.
Sebagai ilmu etika terapan etika administrasi tak hanya berhenti pada pemahaman filosofis tetapi juga menawarkan pedoman-pedoman bagi administrator dan birokrat dalam menghadapi dilema-dilema etis selama menjalankan tugasnya. Bidang kajian ini untuk sebagian termasuk dalam lingkup ilmu administrasi negara dan sebagian yang lain tercakup dalam lingkup ilmu filsafat, sehingga analisisnya dari filosofis ke administrasi atau dari persoalan normatif ke praktis dan sebaliknya.
Tugas pejabat atau pegawai negara tidak mudah, karena setiap orang yang menerima suatu pekerjaan harus bersedia menerima tanggung jawab yang menyertainya dan mau menanggung konsekuensi atas setiap kegagalan yang mungkin terjadi , maka pejabat negara pun harus memikul tanggung jawab sebagai aparatur negara, tidak terkecuali pada pegawai dieselon yang paling bawah.
Mereka harus dapat melakukan apa yang menjadi harapan rakyat, menaati kaidah hukum , menaruh perhatian terhadap keprihatinan dan masalah-masalah warga negara, dan mengikuti pola perilaku etis tanpa cacat, meskipun bahwa setiap kebijakan tidak dapat memuaskan setiap orang.
PERTANGGUNG JAWABAN ADMINISTRASI
Pengambilan keputusan didalam organisasi publik melibatkan banyak pihak, wajar bila rumusan kebijakan merupakan hasil kesepakatan antar warga pemilih (constituency) para pemimpin politik, tehnokrat, birokrat administrator, serta para pelaksana dilapangan , dimana kaitan pertanggungjawabannya harus ditaati oleh aparatur negara.
Pertanggung jawaban:sebagai proses antar pribadi yang menyangkut tindakan, perbuatan, atau keputusan seseorang dalam hubungannya dengan orang lain sehingga ia dapat menerima hak dan wewenang tertentu berikut sanksi yang menjadi konsekuensinya.
Dalam Administrasi Publik pertanggung jawaban mengandung 3 konotasi yakni Sebagai Akuntabilitas ( accountability ), Sebagai Sebab—Akibat ( cause ), Sebagai Kewajiban ( obligation ). Tanggung jawab yang ada dipundak setiap pejabat negara berasal dari otoritas, bidang, arah, dan jenjang yang berbeda-beda, kita tidak dapat menuntut tanggung jawab itu hanya dengan hukum dan aturan yang berlaku karena terkadang kodifikasi aturan tersebut tidak mampu menampung masalah yang begitu luas, namun demikian pertanggungjawaban internal saja juga tak cukup.
Karena tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh para administrator menyangkut bangsa, negara dan masyarakat, maka sangat wajar jika lingkup pertanggungjawaban yang mesti dipenuhi juga luas , tidak hanya tugas keseharian yang sifatnya teknis prosedural, tetapi juga tugas lain dalam kedudukannya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.
Para pengambil keputusan negara mempunyai kewajiban tertentu kepada warga negara , karena mereka memperoleh sebagian hak yang sebelumnya merupakan hak individual yang diserahkan sebagian kepentingannya kepada para penguasa negara , dan negara melalui aparaturnya memperoleh hak untuk mengatur sebagian dari sisi hidup para warganya.
Lingkup pertanggungjawaban administrasi yang harus dijalankan oleh lembaga-lembaga negara beserta aparaturnya sedemikian luas , setidak-tidaknya harus melibatkan sifat tugas lembaga (tingkat teknis),strategi manajemen yang diterapkan oleh pimpinan lembaga ( tingkat manajemen ) dan konteks institusional dari pelaksanaan kerja dalam lembaga ( tingkat institusional ).
Mekanisme perlu mempertimbangkan ketiga faktor tersebut secara serentak dan keterpaduan dalam sistem pertanggungjawaban dan pemakaian seluruh sistem pertanggungjawaban secara proporsional akan menjadi prasyarat agar tercipta proses administrasi negara yang adil dan kondisi kerja yang dinamis.
Sekian Tentang: KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI KEPUTUSAN YANG MENGANDUNG KONSEKUENSI MORAL, Semoga dapat bermanfaat.