Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Korupsi dan Pita Merah - Menangkal Korupsi

KORUPSI DAN PITA MERAH


Bila kita membahas masalah kedudukan dan kewenangan pejabat publik masalah yang disorot dan erat kaitannya dari berbagai kalangan adalah” korupsi” yang bermacam-macam bentuknya serta masalah ruwetnya prosedur layanan publik atau bureaucratism.

Pembahasan melalui tulisan sudah banyak yang menulis tentang korupsi dilihat dari sudut juridis, politis , sosiologis maupun ekonomi, tetapi kalau dilihat dari sudut etis normatif serta konsekwensi moral bagi pejabat publik masih sedikit.

Korupsi dalam kondisi yang nyata bentuknya bermacam-macam mulai dari penyelewengan jabatan yang secara halus dan tidak terasa oleh masyarakat sampai pola korupsi yang kasar dan tidak manusiawi, bila ditinjau dari sudut etis, esensinya sama yaitu penyalagunaan kepecayaan dari orang banyak , yaitu masyarakat.

Fenomena lain yang juga dapat menyebabkan timbulnya korupsi dan manipulasi adalah bureaucratism , patologi administrasi atau ungkapan dalam masyarakat industri dikenal dengan “ red tape “ ( pita merah ).

Asal usul kata pita merah ini memang tidak begitu jelas , ada yang menjelaskan bahwa untuk mengikat berkas formulir layanan pemerintah digunakan pita warna merah, banyak lagi penjelasan lain, namun pada intinya adalah karena lamban dan bertele-telenya pelayanan umum dan prosedur administratif dan ada kaitan dengan gejala korupsi dan manipulasi.

Fenomena pita merah ini dapat ditelaah dari segi moralitas individu atau kelompok dan diharapkan dapat menjadi sarana introspeksi bagi para pejabat yang memilih pelayanan umum sebagai profesi.    

1. PENGERTIAN SEKITAR KORUPSI

Korupsi berasal dari bahasa Latin, : Corrumpere, corruptio, corruptus, artinya : penyimpangan dari kesucian (profanity ), tindakan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidak jujuran atau kecurangan,yang berarti bahwa hal tersebut merupakan tindakan hina, fitnah, atau hal-hal buruk lainnya. Di Eropa Barat, mengadopsi bahasa Latin misalnya di Inggris : Corupt; Perancis :Corruption; Belanda : Korruptie yang di Indonesiakan : Korupsi.

Secara juridis yang pertama oleh Pemerintah diundangkan dalam Peraturan Penguasa Militer , No. PRT/PM/06/l957 tentang Pemberantasan Korupsi. Korupsi : perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara. Rumusan tindakannya adalah sbb . :

(1). Setiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun juga untuk kepentingan diri sendiri , utnuk kepentingan orang lain , atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung menyebabkan kerugian bagi keuangan dan perekonomian negara; 

(2). Setiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara ataupun dari suatu badan yang menerima bantuan keuangan negara atau daerah yang dengan mempergunakan kesempatan atau kewenangan atau kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh jabatan, langsung atau tidak langsung membawa keuntungan atau material .

Unsur-unsur  Dominan yang Melekat Tindakan Korupsi

1.Setiap korupsi bersumber pada kekuasaan yang didelegasikan(delegated power, derived power ). Pelaku-pelaku korupsi adalah orang-orang yang memperoleh kekuasaan atau wewenang dari perusahaan atau negara dan memanfaatkannya untuk kepentingan lain, yang akan diubah atau diselewengkan adalah keputusan pribadi yang menyangkut urusan-urusan perusahaan atau negara. 

2.Korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif pejabat-pejabat yang melakukannya. Ketika seorang pejabat disogok untuk mengeluarkan izin usaha , maka perbuatan mengeluarkan izin merupakan fungsi dari jabatannya sekaligus kepentingan pribadinya. Bagi pengusaha yang menyogok ,merupakan tindakan melanggar hukum , yang telah memengaruhi keputusan dengan tidak adil dan mengurangi kesempatan pengusaha lain.

3. Korupsi dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, klik, atau kelompok. Oleh karena itu korupsi akan senantiasa bertentangan dengan kepentingan organisasi, kepentingan negara atau kepentingan umum.

4. Orang-orang yang mempraktekkan korupsi biasanya berusaha untuk merahasiakan perbuatannya. Mungkin saja korupsi sudah begitu menjarah sehingga banyak sekali orang yang terlibat korupsi, termasuk motif dari korupsi tetap disembunyikan.

5. Korupsi dilakukan secara sadar dan disengaja oleh para pelakunya. Dalam hal ini tidak ada keterkaitan antara tindakan korupsi dengan kapasitas rasional pelakunya, dengan demikian korupsi jelas dapat dibedakan dari masalah administrasi atau salah urus ( mis-management).

2. BURUKNYA STRUKTUR, HUKUM DAN MANUSIA

Dengan melihat berbagai kemungkinan akibat korupsi hingga yang terburuk, bahwa setiap saat korupsi yang tak kenal batas akan dapat meluluh lantakkan moral- spiritual, tak lagi mengenal nilai tanggung jawab pada kepentingan umum, kejujuran, kebenaran, keadilan , pemerataan, disiplin diri, ras hemat, dosa dlsb. 

Masalahnya mengapa korupsi bisa berkembang subur dalam lingkungan masyarakat tertentu tetapi dapat dihindarkan oleh masyarakat yang lain? Apabila hal ini terus berlanjut tanpa dapat diberantas atau dikendalikan , baik dinegara yang sedang berkembang maupun dinegara maju maka akan dapat menggoyahkan sendi-sendi kehidupan bernegara.

Keburukan Hukum Menyebabkan Meluasnya Korupsi

Masalah delik hukum yang menyangkut korupsi masih rentan terhadap upaya pejabat tertentu untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya, hukum diombang-ambingkan untuk kepentingan pribadi/ golongan sehingga kejahatan makin berkembang.

Bila penindakan masalah korupsi masih pilih kasih , justru bisa mendorong meluasnya perbuatan korupsi, baik cara penindakan maupun penjatuhan hukuman maka hal tersebut adalah menyimpang dari rasa keadilan sekaligus akan mengundang keresahan sosial. 

Salah tafsir oleh penegak hukum mengenai perbedaan perbuatan yang dianggap korupsi juga menjadikan kemungkinan lolosnya seseorang tersangka / terdakwa dari jeratan hukum.Pada akhirnya akan sulit hanya mengandalkan pada kekuatan hukum saja tanpa ada kekuatan moral dalam memegang kendali pemerintahan. Maka prasyarat yang mendasar untuk melawan korupsi adalah hukum yang efisien dan rasional serta pemegang kekuasaan yang bermoral tinggi ( baik ).


Keburukan Sikap Manusia

Sebagian sosiolog berpendapat bahwa penyebab korupsi di Indonesia adanya mobilitas vertikal yang memengaruhi kondisi psikologis para pejabat pejabat negara. Kemiskinan dan kesulitan hidup pada zaman penjajahan maupun pada saat revolusi membekas pada para penguasa.

Setelah merdeka memiliki pemerintahan sendiri, kemungkinan untuk memperbaiki hidup terbuka secara material, sehingga menjadi “ overacting” dan“ overdoing”. Perasaan takut miskin dan susah menimbulkan perbuatan untuk memanfaatkan segala kesempatan untuk memperoleh kehidupan dengan lebih baik meskipun dengan berbuat yang menyimpang.

Konfigurasi pegawai negeri yang relatif lebih banyak tampilnya generasi muda dengan ide-ide yang lebih rasional, dengan pengetahuan lebih maju mengalami tantangan profesional atau kompetisi ketenagakerjaan yang lebih ketat, masalahnya dengan adanya perubahan konfigurasi, kecenderungan untuk melakukan korupsi tidak pernah menyusut. Bahkan terus menerus bermunculan kasus korupsi dengan modus operandi menggunakan tehnik lebih licik. 

Jadi unsur sikap manusia disini dengan tidak adanya moral yang dimiliki akan mendorong perbuatan korupsi , jelas bahwa pelaku dan penyebar korupsi adalah “ homo venalis “,orang yang memang berjiwa korup dan lebih banyak mempergunakan cara-cara korup.\

3. UPAYA-UPAYA MENANGKAL KORUPSI

Telaahan tentang sebab-sebab yang mendorong seseorang untuk melakukan korupsi akan memberi dasar untuk memperoleh alternatif pemecahan masalah korupsi , argumentasi yang ditinjau dari struktur sistem sosial, dan segi juridis maupun etika , ahlak / sikap manusia.

Korupsi adalah tingkah laku pejabat yang menyimpang dari norma-norma yang sudah diterima masyarakat dan yang digunakan untuk mencapai tujuan pribadi, penomena yang sulit untuk dielakkan dalam sistem pemerintahan. 

Oleh sebab itu maka sikap konsisten semua pihak merupakan modal utama untuk melawan korupsi, kewaspadaan yang terus menerus akan bahaya korupsi serta sikap tanpa kompromi terhadap bibit korupsi, setiap unsur masyarakat dan pengelola negara harus senantiasa selalu memiliki kepedulian yang besar terhadap isu korupsi dan melakukan tindakan yang diperlukan setiap kali muncul gejala korupsi.

Gejala korupsi tidak boleh didiamkan saja supaya tidak merembet secara ganas yang penanggulangannya perlu energi besar, serta akan berkembang suburnya kejahatan tersembunyi ( hidden crime ) dalam masyarakat.

Landasan untuk Menangkal Korupsi

1). Cara Sistemik Struktural.

Korupsi dapat bersumber dari kelemahan pada sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai perangkat pokoknya. Maka perlu pendayagunaan segenap “ supra struktur politik” maupu n “ infra struktur politik “ sekaligus membenahi birokrasi dan menutup lubang-lubang yang dapat dimasukki tindakan korupsi.

Supra struktur politik , adalah lembaga penyelenggara negara yang mempunyai kewenangan hukum konstitusional, yaitu : MPR, Presiden, DPR , BPK, MA dan PEMERINTAH DAERAH dan aparatur pemerintah atau administrasi negara merupakan aparat pelaksanaan dari supra struktur politik. Infra struktur politik , organisasi kekuatan sosial politik dan kekuatan masyarakat yang tidak mempunyai kewenangan hukum konstitusio- nal tetapi dapat berperan sebagai kelompok penekan.

2) Cara Abolisionistik

Asumsi bahwa korupsi adalah suatu kejahatan yang harus diberantas dengan terlebih dahulu menggali sebab-sebabnya dan kemudian penanggulangannya diarahkan pada usaha-usaha menghilangkan sebab sebab tersebut .

Yang perlu dilaksanakan adalah mengkaji permasalahan yang sedang dihadapi masyarakat , mempelajari dorongan-dorongan individual yang mengarah tindakan-tindakan korupsi, meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, serta menindak orang yang korup berdasarkan kodifikasi hukum yang berlaku, sehingga cara ini diharapkan menjadi perangkat preventif dengan menggugah ketaatan pada hukum. Hukum dapat ditegakkan secara konsekwen , aparat harus menindak siapa saja yang melakukan korupsi tanpa pandang bulu.

3) Cara Moralistik.

Faktor penting dalam persoalan korupsi adalah faktor sikap mental manusia, oleh karena itu usaha penanggulangannya harus pula terarah pada faktor moral manusia sebagai pengawas aktivitas tersebut.

Cara moralistik dapat dilakukan secara umum melalui pembinaan mental dan moral manusia, khotbah, ceramah, atau penyuluhan dibidang keagamaan , etika, dan hukum. Juga pendidikan moral disekolah formal sejak jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. 

Untuk menangkal menyebarnya korupsi maka sistem administrasi negara atau sistem birokrasi perlu dibenahi terus menerus sesuai dengan administrasi modern, dengan mengurangi kecenderungan sistem sentralisasi serta pengawasan terhadap kemungkinan tindakan-tindakan korup hanya dapat dilakukan secara efektif jika komponen pengawasan dapat dibagi antara aparat pusat dan daerah serta antara aparat eksekutif dan legislatif dan penugasan-penugasan dalam jajaran pemerintahan harus jelas dan bisa dipahami oleh setiap satuan kerja.