MONEY POLITIK (Politik Uang) Norma, Lingkup dan Mandat Politik
PENYAJIAN NORMA, LINGKUP DAN MANDAT POLITIK UANG (MONEY POLITIK)
Norma Politik Uang
Istilah politik uang dapat ditemukan dalam UU yang berkaitan dengan pemilu. Sebut saja seperti UU Nomor 3/1999 tentang Pemilihan Umum, UU Nomor 10/2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, UU Nomor 8/2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum, dan UU 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Dalam UU Nomor 3/1999 dan UU Nomor 10/2016, istilah politik uang masuk dalam bagian penjelasan. Berbeda dengan UU Nomor 10/2008, UU Nomor 8/2012, dan UU Nomor 7/2017. Istilah politik uang masuk dalam bagian batang tubuh serta dijelaskan secara pasal per pasal. Perbedaan perlakuan ini dapat dimaknai adanya problem atas definisi politik uang yang belum clear and distinctive. Kendati demikian, kemunculan awal istilah politik uang pada UU Nomor 3/1999 itu menunjukkan adanya perhatian pembentuk UU atas problem faktual politik uang pada pemilu paska reformasi
Belum jelas dan tegasnya istilah tersebut dalam UU memunculkan petunjuk adanya kesulitan legal dalam merumuskan ketentuan atas politik uang. Misalnya di UU Nomor Nomor 3/1999. Istilah itu ditempatkan pada bagian dana kampanye. Ini menunjukkan ratio legis politik uang bagian dari isu keuangan politik. Sedangkan di UU Nomor 10/2016, istilah itu ditempatkan pada pengaturan sanksi yang tegas atas pelaku politik uang. Hal itu merujuk ketentuan pasal-pasal soal pembatalan pencalonan dan pemidanaan atas imbalan pencalonan.
Di UU Nomor 10/2008 dan UU Nomor 8/2012 mengatur hal yang sama tentang pemilu legislatif menyebutkan, istilah politik uang masuk pada bagian pasal syarat kondisional penggantian calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD, sebagai bagian dari tindak pidana pemilu. Sedangkan pada UU Nomor 7/2017, secara eksplisit ada perluasan makna penggunaan istilah politik uang. Hal itu dapat dilihat adanya ketentuan mengatur tentang tugas pengawas pemilu atas pencegahan politik uang. Ada mandat yang tegas untuk aktif melakukan upaya pencegahan praktik politik uang di tiap jenjang teritorial administratif pemilu. Meskipun demikian, UU Nomor 7/2017 juga tidak menjelaskan definisi atas norma politik uang. Sehingga, segenap UU tersebut dapat dikatakan, istilah politik uang belum memiliki definisi yang utuh.
Karena belum adanya batasan atas istilah politik uang secara normatif maka penting untuk melakukan berbagai pendekatan atas istilah ini. Salah satunya caranya dengan melacak historis perundang-undangan pemilu atas maksud politik uang. Seperti petunjuk yang paling tegas secara normatif adalah adanya semantik politik dan uang. Politik bermakna adanya perhelatan politik pergantian kekuasaan secara rutin. Uang adalah benda yang menjadi alat kerja pada momentum politik. Sehingga maksud politik uang ditandai dalam peristiwa politik kekuasaan yang rutin (pemilu) dan bekerjanya uang sebagai instrumen dalam kegiatan politik tersebut.
Berdasarkan pelacakan norma yang ada sepanjang pengaturan pemilu maka beberapa petunjuk tentang istilah politik uang ditandai dengan beberapa parameter sebagai berikut
- Lingkup relevansi politik uang terjadi pada peristiwa pemilu atau sepanjang penyelenggaraan pemilu
- Pelaku politik uang ditujukan kepada subyek pemberi dan penerima, dan dalam batasan khusus ditujukan kepada calon, pelaksana kampanye, anggota parpol, lembaga, dan lainnya
- Adanya perbuatan pemberian atau penyuapan
- Adanya uang atau barang yang menjadi perantara terjadinya perbuatan. Dalam konteks uang atau barang ini terdapat relevansi atas sumber pembiayaan politik dalam bentuk pengaturan dana kampanye
- Adanya motif untuk memengaruhi suara
- Adanya ancaman sanksi atas perbuatan yang dilakukan dalam konteks politik uang baik berupa ancaman pidana atau administrasi pemilu
- Adanya prosedur yang dibuat untuk membuktikan terjadinya politik uang
- Adanya lembaga yang diberikan tugas dan tanggung jawab untuk menindaklanjuti terjadinya perbuatan politik uang
Lingkup Politik Uang
Guna mengungkap lingkup politik uang maka perlu dihubungkan dengan kegiatan politik kepemiluan. Soalnya, ini ada kaitannya dengan upaya memengaruhi pemilih dengan menggunakan uang untuk tujuan tertentu dalam beberepa terminologi dikatakan sebagai permainan politik kekuasaan. Dalam sejumlah laporan ilmiah dikatakan, politik uang dominan terjadi pada fase tahapan pemilu. Seperti pada masa kampanye, masa tenang, dan hari pemungutan suara dilakukan. Pengertian ini juga didapatkan dalam norma UU yang mengatur tentang larangan kampanye, tindak pidana pemilu, dan administratif pemilu yang terstruktur, sistematis, dan massif. Oleh karena itu, lingkup politik uang berada pada lingkup tahapan pemilu.
Pada masa tahapan tertentu terdapat pengaturan soal bagaimana uang dalam politik kepemiluan ditentukan. Ini dikenal dengan instrumen dana kampanye. Secara formal, pengaturan dana kampanye ditujukan untuk membatasi praktik politik uang. Itu melingkupi sumber pendanaan kampanye, batasan sumbangan dana kampanye, pelaporan dana kampanye, audit dana kampanye, dan tindak pidana pemilu atas dana kampanye. Secara esensial, pengaturan dana kampanye ditujukan untuk mengelola segenap pendanaan pada masa politik kepemiluan. Tujuannya, mencegah penyimpangan pengaruh uang terhadap motif memengaruhi pemilih. Karena itu, untuk mencegahnya, salah satu upaya dalam UU, instrumen dana kampanye menyinggung soal sumber dari mana uang berasal.
Politik uang atas pengelolaan dana politik kepemiluan. Dana kampanye mengatur soal sumber pendanaannya. Sedangkan politik uang adalah pengeluarannya. Inilah yang dimaksud dengan lingkup politik uang.
Di sisi lain, di Pasal 339 UU Nomor 7/2017, ditegaskan, petunjuk soal sumber uang yang dimaksud adalah larangan menerima sumbangan dana kampanye pemilu yang berasal dari pihak asing, penyumbang yang tidak jelas identitasnya, hasil tindak pidana yang telah terbukti berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan/atau bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana, atau dana pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah, atau dana pemerintah desa, dan badan usaha milik desa.
Dalam penjelasan Pasal 339 itu menyangkut dengan pihak asing adalah sumbangan warga negara asing, pemerintah asing, perusahaan asing, perusahaan di Indonesia yang mayoritas sahamnya dimiliki asing, lembaga swadaya masyarakat asing, organisasi kemasyarakatan asing. Sementara yang dimaksud dengan “penyumbang yang tidak jelas identitasnya” meliputi penyumbang yang menggunakan identitas orang lain dan penyumbang yang menurut kewajaran dan kepatutan tidak memiliki kemampuan untuk memberikan sumbangan sebesar yang diterima oleh pelaksana kampanye.
Sementara terkait hasil yang diperoleh dari tindak pidana diatur sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang serta tindak pidana lain seperti judi dan perdagangan narkotika. Dalam konteks pemberantasan korupsi disebutkan juga soal hubungan pendanaan kegiatan politik yang diperoleh dari hasil korupsi yang terhubung dengan ketentuan tindak pidana korupsi.
Dengan demikian, dalam waktu bersamaan, terdapat hubungan erat antara politik uang dengan sumber pendanaan kampanye atau politik kepemiluan. Hal ini dapat dimaknai bahwa peristiwa pemilu tetap terkait dengan ketentuan peraturan lain non pemilu. Karena itu, politik uang pada pemilu harus dihubungkan dengan adanya pengaruh langsung atau tidak langsung dengan sumber pendanaan kegiatan kampanye secara formal masuk dalam topik dana kampanye dan secara informal perlu ditelusuri hubungannya dengan sumber pendanaan illegal.
Hal ini menjadi salah satu dasar pemikiran yang dilakukan oleh KPK dan Polri untuk membentuk Satgas Anti Politik Uang pada Pilkada 2018. Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mencetuskan ide membuat satuan tugas anti politik uang menjelang Pilkada 2018. Kapolri ingin bekerja sama dengan KPK dalam menangani praktik politik uang yang diprediksi akan ramai menjelang Pilkada 2018.
Satgas ini diharapkan dapat mencegah politik transaksional terkait pilkada serentak. Dengan begitu, penyelenggaraan pilkada atau pemilu dapat menghasilkan pemimpin yang berintegritas dan antikorupsi. “Konsep dasarnya penyelenggaraan politik yang bersih. Salah satunya menutup ruang politik uang yang ilegal. Ini salah satu fokus KPK di kegiatan pencegahan. Sementara jika penindakan masuk dalam ranah kewenangan Polri, maka akan dilakukan koordinasi,” kata Febri Diansyah Jubir KPK. Salah satu hasilnya adalah adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) atas penyelenggara pemilu, KPU dan Panwaslu Garut yang diduga melanggar UU Tipikor.
Membaca kaitan di atas maka lingkup politik uang—istilah khas kepemiluan, ternyata terhubung dengan bidang hukum lain yang bersifat non pemilu. Oleh karena itu, menempatkan politik uang secara terpisah dengan sejumlah bidang lain tidaklah memadai lagi. Guna memeriksa kembali tentang lingkup politik uang dalam penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan di tiga (3) bidang. Bidang administrasi pemilu, bidang tindak pidana pemilu, dan bidang tindak pidana non pemilu.
Politik uang dapat masuk dalam kategori pelanggaran pemilu apabila dapat dihubungkan dengan pelanggaran lain yang lebih luas. Kondisi ini berlaku jika terpenuhinya pelanggaran tertentu. Jika demikian maka batas politik uang dapat ditentukan melalui definisi yang lebih normatif. Tiga (3) bidang yang telah disebutkan di atas memberikan petunjuk tentang adanya batas politik uang. Ini berguna untuk membangun bagan strategi pencegahan dan penindakan
Mandat Politik Uang
Lingkup politik uang yang berada pada ranah administrasi pemilu, tindak pidana pemilu, dan tindak pidana non pemilu dapat menjadi horison bagi penyelenggara pemilu memetakan dan sekaligus menyusun langkah pencegahan dan penindakan politik uang. Dengan demikian, mandat utama merespon problematik politik uang menjadi kuasa penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu. Soalnya, peristiwa politik uang dapat terjadi pada model pemilihan apapun. Apalagi jika uang diposisikan sebagai instrumen memengaruhi pilihan. Berdasarkan perundang-undangan terakhir yang mengatur pemilu dan berdasarkan sistem pemilu yang berlaku di Indonesia, politik uang hidup dalam alam pemilu dan pilkada.
Berdasarkan UU yang mengatur pemilu dan pilkada, penyelenggara yang memiliki mandat untuk menjawab problematika politik uang adalah KPU dan Bawaslu. Sebagai contoh, KPU bertugas menyusun peraturan dan menyelenggarakan tahapan kampanye dan dana kampanye. Harapannya dapat menekan atau menahan lajunya praktik politik uang. Sedangkan Bawaslu menyusun peraturan pengawasan dan mengawasi penyelenggaraan kampanye dan dana kampanye. Dengan kedua (2) tugas itu, Bawaslu dapat secara langsung menggunakan kewenangan untuk mencegah dan menindak praktik politik uang.
Secara bersama-sama, KPU dan Bawaslu, dituntut menjadi penyelenggara yang konsisten mengupayakan pemberantasan politik uang. Agar hal itu dapat dilakukan maka pintu masuknya adalah melakukan tindakan bersama antara keduanya. Caranya, melalui pengaturan dan pelaksanaan kampanye serta dana kampanye. Namun, KPU dan Bawaslu tidak dapat berjalan sendiri untuk menjawab problematika politik uang. Soalnya, dalam UU tentang Pemilu dan Pilkada, banyak juga disebutkan entitas lain sebagai sistem pendukung berlangsungnya pemilu dan pilkada yang langsung, umum, bebas, dan rahasia (Luber) dan jujur serta adil (Jurdil). KPU dan Bawaslu hendaknya mampu membangun sinergi dengan lembaga otoritas lain dalam hal menjawab problematik politik uang
Kaitan dana kampanye secara normatif muncul sejak Pemilu 1999 melalui UU Nomor 3/1999. Disebutkan, otoritas KPU untuk mengatur dana kampanye sebagai instrumen pencegahan politik uang. Sehingga KPU memiliki peran signifikan untuk mengatur segenap aspek dana kampanye untuk tujuan tertentu. Sedangkan Bawaslu sejak 2008 telah mendapatkan mandat tugas pengawasan politik uang. Di UU Nomor 7/2017, secara khusus mendapatkan mandat yang lebih luas yakni mencegah terjadinya politik uang hingga tingkatan terkecil di tingkat desa atau kelurahan.
Sebab politik uang tidak hanya bersifat perbuatan ‘memberi dan menerima’ semata. Namun, memiliki akar atas perjalanan uang itu sendiri sebagai instrumen tujuan politik pada pemilu. Karena itu, Bawaslu yang diberikan mandat khusus untuk mencegah terjadinya praktik politik uang harus mampu menyusun model pengawasan yang efektif. UU Nomor 7/2017 telah memberikan pedoman pencegahan dan penindakan bagi aparatus pengawas pemilu. Hal ini berbeda dengan UU tentang pemilu sebelumnya. Di mana tidak mengurai konsep pengawasan dan hanya memerintahkan untuk melakukan pengawasan. Karenanya, UU Nomor 7/2017 memberikan legalitas yang sangat kuat bagi pengawas pemilu untuk melaksanakan tugas pengawasan secara efektif.
Mengingat politik uang adalah pelanggaran pemilu secara khusus maka tindakan pengawas pemilu wajib menjadikan UU sebagai konsep pokok pelaksanaan tugas pengawasan. Sehingga, nomenklatur pokok pengawasan terbagi menjadi dua (2) ranah pokok. Ranah pencegahan dan penindakan. Pedoman umum pencegahan adalah melakukan upaya identifikasi, pemetaan, koordinasi, supervisi, bimbingan, pemantauan, evaluasi, dan partisipasi. Sementara pedoman umum penindakan adalah penerimaan, pemeriksaan, pengkajian, investigasi, penentuan, verifikasi, mediasi, adjudikasi, dan putusan.
Secara khusus, atas norma politik uang yang ada pada UU Nomor 7/2017 memberikan mandat untuk mencegah terjadinya praktik politik uang kepada Bawaslu. Tugas tersebut juga diberikan oleh UU kepada segenap pengawas pemilu di tiap tingkatan baik secara nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, dan lingkup pengawasan luar negeri. Pendekatan pengawasan berbasis teritorial administratif seperti ini memberikan pesan kepada Bawaslu untuk memiliki skema pencegahan politik uang yang komprehensif, integratif, dan lokalistik. Komprehensif bermakna adanya skema pencegahan politik uang secara menyeluruh dan sistemik. Integratif bermakna adanya kesatuan diantara fungsi dan batas teritorial yang ada. Sedangkan lokalistik menyangkut kewenangan dan karakteristik lapangan dan praktik empirik yang ada pada potensi terjadinya politik uang.
Dengan demikian, pedoman umum mencegah terjadinya politik uang berlandaskan pada pedoman umum pencegahan. Metode pencegahan pengawas pemilu atas praktik politik uang kemudian dihadapkan dengan sifat dan karakter atau aspek teril politik uang. Pedoman umum pencegahan yang terdiri dari upaya identifikasi, pemetaan, koordinasi, supervisi, bimbingan, pemantauan, evaluasi, dan partisipasi, bagaimana mampu menjawab soal problematika praktik politik uang. Beberapa upaya Bawaslu yang dapat dikatagorikan sebagai bentuk pencegahan praktik politik uang diantaranya memasukkan variabel politik uang dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) Pemilihan Kepala Daerah 2018, penandatanganan nota kesepahaman antara Bawaslu RI dan PPATK tahun 2018, dan gerakan bersama tolak politik uang.
Demikian Pembahasan tentang Norma Politik Uang, Ruang Lingkup Money Politik, dan Mandat Politik Uang sebagai Peta bagi para politikus dalam memenangkan peraturangan PILKADA. Judul blog ini MONEY POLITIK (Politik Uang) Norma, Lingkup dan Mandat Politik. Semoga bermanfaat...........