Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Seribu Kawan Terlalu Sedikit, Satu Musuh Terlalu Banyak |Prabowo Subianto

Prabowo Subianto: Seribu Kawan Terlalu Sedikit, Satu Musuh Terlalu Banyak

Mendengar namanya langsung terbesit sosok yang gagah berani dengan pemikiran yang tajam dan luas. Anak ketiga dari empat bersaudara yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 1951 ini banyak menghabiskan masa kecilnya di luar negeri.

Tak heran jika dirinya banyak mengenyam pendidikan di luar negeri, antara lain di Victoria Institution Kuala Lumpur yang merupakan salah satu sekolah bergengsi di Malaysia, Zurich International School di Swiss, namun hanya satu tahun dan akhirnya beliau melanjutkan sekolah di American School, London, Inggris. Hal ini tak lain dikarenakan ayahnya yang merupakan salah seorang pakar ekonomi Indonesia pada zaman Soekarno dan Soeharto dulu sering berpindah-pindah rumah.

Foto : Referensi Pihak Ketiga

Putra pasangan Soemitro Djojohadikusumo dan Dora Marie Sigar ini sejak kecil memang sudah sangat terlihat ketertarikannya di bidang militer. Terbukti sejak kecil dirinya senang sekali bermain perang-perangan, bahkan, ketika tinggal di Hongkong dirinya sering sekali bermain dikawasan perbukitan yang masih berhutan lebat bersama beberapa orang temannya sepulang sekolah. Tak jarang mereka sering melakukan hiking kehutan tersebut, berkemah, atau meluncur lewat sungai yang ada di atas bukit.

Tak hanya itu, sewaktu beliau mengenyam pendidikan di Victoria Institute, Inggris, ketertarikannya di bidang militer terlihat ketika beliau lebih memilih ekstrakulikuler seperti baris berbaris dan drum band daripada ekstrakulikuer yang lain.

Selain itu pamannya, Soebiyanto Djojohadikusumo, yang gugur di medan pertempuran di Lengkong pada tahun 1946 juga banyak memberi motovasi kepada sosok cerdas ini. Di rumahnya, ia banyak menyimpan kenang-kenangan berupa pernak-pernik militer peninggalan pamannya.

Prabowo, begitu sosoknya akrab dipanggil, merupakan pribadi yang sejak kecil telah dididik keras dan disiplin oleh kedua orang tuanya. Hal ini dilakukan agar ia tumbuh menjadi pribadi yang tegas dan disiplin. Tata karma dan etika Belanda diterapkan Dora dalam mendidik anak, sebagaimana didikan yang ia terima waktu kecil dari kedua orang tuanya yang sama- sama berpendidikan Belanda.

Pada usia 16 tahun atau setelah menamatkan pendidikan di American School, Prabowo dibawa kembali ke Indonesia oleh kedua orang tuanya. Walau masih tergolong muda, tetapi karakternya yang cerdas dan berani berdebat mulai nampak.

Hal ini terlihat manakala Prabowo suka sekali bergaul dengan para politikus senior, bahkan, beliau tak pernah takut untuk berdebat dengan mereka. Tak sampai di situ, Prabowo juga sangat pandai berdebat dengan para intelektual senior. Sebut saja Soe Hok Gie dan Sudjatmoko. Di mata keduanya, Prabowo merupakan sosok pemuda yang cerdas dan cepat memahami persoalan.

Sebenarnya, setelah lulus dari American School, Prabowo sudah diterima di Universitas Colorado, George Washington, dan Rhode Island di Amerika Serikat. Akan tetapi, ayahnya menunda Prabowo masuk kuliah karena khawatir dengan dampak psikologis akibat kuliah di usia yang masih terlalu muda.

foto : Seribu Kawan Terlalu Sedikit, Satu Musuh Terlalu Banyak (Ilustrasi)

Dalam kesehariannya, Prabowo juga dikenal sebagi pribadi yang gemar membaca. Terutama buku-buku politik, antara lain karya George Mc Turnan Kahin dan karya Leo Tolstoy. Tak heran jika sosoknya sampai saat ini selain terkenal di bidang militer, juga pandai di bidang politik. Hal itu terbukti dengan berkecimpungnya dirinya kini dalam salah satu partai politik dan keaktifannya dalam hingar-bingar dunia politik Indonesia.

Prabowo muda selain cerdas dan pandai berdebat juga memiliki jiwa sosial yang tinggi. Diusianya yang baru menginjak 16 tahun ini Prabowo telah berhasil mendirikan lembaga swadaya masyarakat pertama di Indonesia yang diberi nama Lembaga Pembangunan yang didirikan bersama Soe Hok Gie, Jusuf Abraham Rawis, dan aktifis lainnya.

Pada tahun 1970, Prabowo resmi menjadi taruna di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah dan lulus pada tahun 1974 tepat satu tahun setelah presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono lulus. Dua tahun kemudian, ia bergabung dengan Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopasandha), cikal bakal Komando Pasukan Khusus (Kopasus). Dari sini kariernya di bidang militer terus melejit. Beliau pernah menjabat sebagai:

Wakil Komandan Detasemen-81 Kopassus (1983-1985),
Wakil Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad (1985-1987),
Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad (1987-1991),
Kepala Staf Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kostrad (1991-1993),
Komandan Group-3/Pusat Pendidikan
Pasukan Khusus (1993-1994), Komandan Kopassus (1995-1996),
Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (1996-1998),
Panglima Komando Cadangan Strategi TNI-AD (1998), dan terakhir adalah
Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI.

Selama berkarier di bidang militer, beliau juga banyak berkecimpung dalam beberapa aksi besar, seperti misalnya pada usia 26 tahun terlibat dalam operasi Tim Nanggala di Timor Timur dan merupakan komandan termuda dalam operasi tersebut dan pada 1996 memimpin operasi pembebasan sandera Mapenduma.

Selaku prajurit Kopassus yang cerdas, gesit, dan tangguh, Prabowo berhasil mengamankan Presiden Fretiin, Nicolau Loboto, dalam operasi penangkapan pada tanggal 31 Desember 1978. Waktu itu, beliau bertindak sebagai kapten yang memimpin 28 pasukan elit.

Prabowo beserta timnya juga berhasil mengibarkan bendera merah putih di puncak tertinggi dunia, bahkan Prabowo telah berhasil mengharumkan nama Kopassus di dunia Internasional dengan berbagai prestasinya sehingga Kopassus diakui sebagai salah satu pasukan elit terbaik dunia yang memiliki kelengkapan militer yang dapat disejajarkan dengan satuan elit militer dunia.

Selama 24 tahun perjalanan kariernya dibidang militer, beliau telah banyak mengantongi berbagai penghargaan, antara lain Bintang Kartika Eka Paksi Naraya, Satya Lencana Kesetiaan XVI, Satya Lencana Seroja Ulangan-III, Satya Lencana Raksasa Dharma, Satya Lencana Dwija Sistha, dan Satya Lencana Wira Karya.

Setelah meniggalkan dunia militer pada tahun 1998, beliau lalu mengikuti jejak adiknya, Hashim Djojohadikusumo, dibidang bisnis. Karirnya sebagai pengusaha dimulai dengan membeli Kiani Kertas yang berlokasi di Kalimantan Timur yang selanjutnya diubah namanya menjadi Kertas Nusantara.

Kecerdasan dan kecerdikannya terus terbukti dengan kesuksesan beliau dalam menggenggam 27 perusahaan baik di dalam maupun di luar negeri baik di bidang perkebunan, tambang, kelapa sawit, maupun batu bara.

Kesuksesannya menggeluti dunia bisnis sudah tidak diragukan lagi. Bahkan pada pilpres tahun 2009, beliau dinobatkan sebagai cawapres terkaya dengan total kekayaan sebesar Rp 1,579 triliun dan US$ 7,57 juta, termasuk 84 ekor kuda istimewa yang sebagian harganya mencapai 3 miliar per ekor serta sejumlah mobil mewah.

Selaku warga Negara Indonesia yang peduli diberbagai bidang, beliau senang menyekolahkan talenta Indonesia ke luar negeri dan menawari posisi tinggi kepada mereka yang telah lulus, beliau juga konsisten menyelenggarakan Piala Garuda – turnamen sepak bola tingkat nasional.

Selain itu, ayah satu anak ini juga pernah menjadi pembina olah raga polo berkuda yang telah membawa timnya menjuarai kejuaraan se- Asia dan juga sewaktu menjabat sebagai Ketua Umum IPSI, prestasi tim nasional pencak silat terus berkibar di kejuaraan internasional.

Prabowo kecil, Prabowo muda, dan Prabowo saat ini tiada beda. Sosoknya terus menginspirasi banyak kalangan. Setiap katanya adalah ketegasan, setiap langkahnya selalu diputuskan melalui pemikiran yang matang.

Indonesia butuh Prabowo- Prabowo muda yang tangguh dan cerdas yang dapat dijadikan sebagai tonggak estafet eksistensi kehidupan bangsa. Semangat, jiwa cinta tanah air, dan keberaniannya dapat dijadikan contoh oleh generasi emas dalam menggapai mimpi. “Seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak,” begitulah salah satu kata-katanya yang dapat kita genggam dalam meniti karier.