Achmad Mochtar Tokoh Dunia Kedokteran Indonesia
Hidup pada masa penjajahan bukanlah dambaan setiap orang di negeri ini,
berjuang mati-matian mempertahankan haknya,
berkorban dengan segala pengorbanan demi kesejah- teraan bangsanya tidaklah mudah.
Sebagaimana telah jatuhnya kepedudukan Belanda ke tangan Jepang, pada tahun 1942 tentara Jepang memerintah- kan Lembaga Pasteur (Lembaga yang pada saat itu dikelola oleh militer Jepang dan telah diubah namanya menjadi Bo’eki Kenkyujo,
Peristiwa sabotase vaksin 1942,
Berbagai permasalahan telah dilalui negeri ini, dari masa ke masa penjajahan di Indonesia telah meninggalkan luka mendalam.
Achmad Mochtar bukan hanya sosok pahlawan nasional di Indonesia melainkan pahlawan ilmu pengetahuan dan kemanusian,
Achmad Mochtar bukan hanya sosok pahlawan nasional di Indonesia melainkan pahlawan ilmu pengetahuan dan kemanusian,
pasalnya beliau adalah seorang dokter di sebuah desa terpencil di Sumatera Utara,
peneliti ketika Indonesia sedang mengalami masa penjajahan beliau juga merupakan seorang Martir dalam bidang kedokteran.
Putra dari pasangan bapak Omar dan ibu Roekajah ini lahir pada tahun 1982, di Ganggo Hilia, Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat.
Achmad Mochtar seorang pahlawan dari tanah Minangkabau ini merupakan sosok yang sangat berjasa, dengan bekal pendidikan di Stovia, Batavia dan lulus pada tahun 1916, lalu melanjutkan pendidikan di Universitas Amsterdam, Belanda untuk meraih gelar doktor.
Pendidikannya di Belanda itu beliau dapatkan setelah bertemu dengan seorang peneliti W.A.P Schuffiner ketika tengah mengambil penempatan wajib klinik di Sumatera Utara.
Berkat pengaruh W.A.P Schuffiner lah Netherlands East Indies (administrasi belanda pada saat itu) memberangkatkannya ke Universitas Amsterdam.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Amsterdam, Achmad Mochtar kembali ke Indonesia dan melanjutkan penelitiannya tentang leptospirosis sebelum beliau bergabung dengan The Central Medical Labolatory yaitu penelitian biomedis di Indonesia.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Amsterdam, Achmad Mochtar kembali ke Indonesia dan melanjutkan penelitiannya tentang leptospirosis sebelum beliau bergabung dengan The Central Medical Labolatory yaitu penelitian biomedis di Indonesia.
Setelah beliau bergabung dengan lembaga tersebut Achmad Mochtar ditunjuk sebagai direktur- nya dan kemudian lembaga tersebut berganti nama menjadi Lembaga Eijkman. Achmad Mochtar merupakan orang Indonesia pertama yang menjadi direktur pada Lembaga tersebut.
Sebagaimana telah jatuhnya kepedudukan Belanda ke tangan Jepang, pada tahun 1942 tentara Jepang memerintah- kan Lembaga Pasteur (Lembaga yang pada saat itu dikelola oleh militer Jepang dan telah diubah namanya menjadi Bo’eki Kenkyujo,
sekarang menjadi PT. Bio Farma Indonesia) di Bandung untuk mengobati romusha yang diduga terserang penyakit tetanus pada masa itu dengan memproduksi vaksin sebagai media pengobatannya.
Rumah sakit di Jakarta (RSUP Cipto Mangunkusumo) menjadi salah satu tempat dari pengobatan orang-orang romusha, namun orang-orang romusha yang dibawa ke rumah sakit tersebut meninggal dunia semua,
dari tim medis yang dipimpin oleh Bahder Djohan sekitar 90 orang romusha
yang belum terlalu parah sakitnya tidak dapat terselamatkan untuk menjalani terapi anti tetanus namun untuk korban vaksin ini diperkirakan 900 orang.
Berjalan beberapa minggu dari kematian orang-orang romusha, Jepang memerintahkan Lembaga Eijkman untuk menganalisis sampel jaringan korban dan hasil otopsi dan menyimpulkan bahwa vaksin yang dimasukkan kedalam tubuh orang-orang romusha telah terkontaminasi toksin tetanus.
Berjalan beberapa minggu dari kematian orang-orang romusha, Jepang memerintahkan Lembaga Eijkman untuk menganalisis sampel jaringan korban dan hasil otopsi dan menyimpulkan bahwa vaksin yang dimasukkan kedalam tubuh orang-orang romusha telah terkontaminasi toksin tetanus.
Bahder Johan selaku dokter pada rumah sakit tersebut telah berupaya untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi, namun segala permintaan untuk pemeriksaan tidak di indahkan oleh Jepang.
Seperti mengirim botol bekas vaksin Kenpeitai justru mengarahkan kesalahan tersebut pada Labolatorium Eijkman di mana vaksin tersebut disimpan, dan menuduh para peneliti punya skenario dibalik kontaminasi tersebut.
Dengan tuduhan tersebut, Achmad Mochtar beserta staf peneliti Lembaga Eijkman dan para tenaga kesehatan yang melakukan vaksinisasi di tangkap oleh militer Jepang pada bulan Oktober 1944. Mereka semua disekap, disetrum, dipukul serta disiksa, beberapa dokter juga telah tewas dalam tahanan.
Dengan tuduhan tersebut, Achmad Mochtar beserta staf peneliti Lembaga Eijkman dan para tenaga kesehatan yang melakukan vaksinisasi di tangkap oleh militer Jepang pada bulan Oktober 1944. Mereka semua disekap, disetrum, dipukul serta disiksa, beberapa dokter juga telah tewas dalam tahanan.
Setelah melalui berbagai penyiksaan para peneliti Lembaga Eijkman yang masih selamat dibebaskan pada bulan Januari 1945 terkecuali Achmad Mochtar.
Ada beberapa laporan terpisah yang menerangkan bahwa pembebasan para peneliti tersebut berkaitan dengan hasil dari negosiasi Achmad Mochtar dengan para penyekapnya dengan mengakui tuduhan sabotase terhadap vaksin yang diberikan kepada orang-orang romusha.
Membuat keputusan dengan mengakui pembunuhan yang bukan diperbuat oleh dirinya, mengijinkan nyawanya menjadi jaminan demi menyelamatkan rekan dan stafnya
Membuat keputusan dengan mengakui pembunuhan yang bukan diperbuat oleh dirinya, mengijinkan nyawanya menjadi jaminan demi menyelamatkan rekan dan stafnya
merupakan keputusan yang tidak mudah, apalagi korban pembunuhan tersebut merupakan sebangsa dan setanah air.
Penangkapan Achmad Mochtar tidak melalui pengadilan melainkan setelah menandatangani surat pengakuannya Achmad Mochtar langsung dihukum pancung pada 3 Juli 1945.
Dan berdasarkan catatan harian tentara Jepang menyebutkan bahwa jenazah Achmad Mochtar dihancurkan dengan mesin gilas uap dan dibuang keliang kuburan masal.
Sejak kematiannya pada Juli 1945, lokasi jenazah Achmad Mochtar tidak pernah diketahui Direktur Lembaga Eijkman Sangkot Marzuki
Sejak kematiannya pada Juli 1945, lokasi jenazah Achmad Mochtar tidak pernah diketahui Direktur Lembaga Eijkman Sangkot Marzuki
dan koleganya, Kevin Baird, berhasil menemukan makam Achmad Mochtar di Ereveld, Ancol pada tahun 2010 melalui investigasi. Jasad Achmad Mochtar di- makamkan bersama 9 orang lainnya.
Peristiwa sabotase vaksin 1942,
sampai saat ini tidak dapat dijelaskan penyebab dan kejadian yang sesungguhnya. PT. Bio Farma yang merupakan warisan dari Lembaga Pasteur sebagai salah satu sumber sejarah tidak memiliki dokumen tentang pembuatan ataupun penelitian pada masa Jepang.
Dengan segala pengorbanan yang telah diberikan Achmad Mochtar,
Dengan segala pengorbanan yang telah diberikan Achmad Mochtar,
pemerintah memberikan Penghargaan Satya Lencana Kebaktian Sosial pada tahun 1968 dan tanda kehormatan Bintang Jasa Nararya.
Pemberian penghargaan ini juga merupakan upaya untuk memulihkan nama baik Achmad Mochtar. Dan untuk mengenang jasanya dalam bidang kedokteran nama Achmad Mochtar digunakan menjadi nama rumah sakit milik pemerintah provinsi Sumatra Barat, yaitu Rumah Sakit Umum Daerah DR. Achmad Mochtar Bukittingi.