Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tokoh Politisi Eksentrik yang Mendunia dan Mengakar |Budiman Sudjatmiko

Berbicara tentang ketokohan atau tokoh yang berpengaruh di Negara Republik Indonesia Rasanya tidak lengkap kalau tidak membahas tokoh yang satu ini, ya... inilah Budiman Sudjatmiko sebagai Tokoh Politisi Eksentrik yang Mengakar dan Mendunia.

Setiap insan Tuhan yang berakal selalu memiliki latar belakang, narasi sosial pembentuk kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor yang dikonstruksi lewat kepingan-kepingan fakta secara bertahap tak terkecuali Budiman Sudjatmiko.

Budiman Sudjatmiko M.Sc., M.Phil lahir pada 10 Maret 1970 di desa Pahonjean, yang terletak di Kecamatan Majenang, Cilacap, Jawa Tengah . Ayahnya berprofesi sebagai manajer sebuah pabrik ban di Bogor, Jawa Barat, sedangkan sang Ibu tercinta menjalani sebuah pekerjaan penuh tanggung jawab sebagai Ibu Rumah tangga dengan 3 anak.

Budiman kecil tak lantas ikut bersama kedua orang tuanya yang menetap di Bogor, 7 tahun periode awal kehidupannya malah dihabiskan di desa Pahonjean bersama sang kakek dan nenek tercinta.

Pahonjean didirikan di atas struktur masyarakat yang agraris, di mana sebagian besar mata pencaharian penduduk- nya tergantung dari tanaman padi, sebagian lagi berprofesi sebagai buruh perkebunan karet atau tenaga penyadap karet.


tokoh Politisi Eksentrik Indonesia indonesia terbaik
Foto : Referensi Pihak Ketiga


Dalam buku anak-anak revolusi jilid I Budiman Sudjatmiko menggambarkan bahwa Pahonjean pada media 1970-an merupakan hamparan kehijauan dengan udara jernih yang kontras dengan aroma kemiskinan yang menyengat.

“Aku dilahirkan di sebuah negeri di mana ada kesuburan tanah, curah hujan yang baik namun kemiskinan di lingkungan sekitarku.”

Pada usia 7 tahun Budiman mulai melabuhkan diri di dermaga kehidupannya yang lain, petualangan masa kecilnya di Pahonjean sementara harus terhenti ketika kedua orang tuanya memutuskan untuk membawanya tinggal bersama- sama di Bogor.

 Sebagai anak yang tumbuh dan besar di wilayah pedesaan, Budiman kecil tentunya cukup asing dengan kultur masyarakat di perkotaan, hal tersebutlah yang membuatnya agak kesulitan untuk cepat beradaptasi, terutama dengan budaya modern yang saat itu secara penetratif mulai masuk ke wilayah-wilayah metropolitan Indonesia.

“Di sekolah saya yang baru, SD Pengadilan II, saya butuh waktu lama untuk beradaptasi. Yang membuatku agak kesulitan adalah kebiasaan teman-teman sekolahku untuk merayakan hari ulang tahun mereka dengan pesta-pesta.”

Sejak kecil Budiman secara instingtif telah menjadi manusia yang demokratis, ia tidak terjebak dalam paradigma yang subjektif terhadap tindak-tanduk orang-orang di sekitarnya atau bahkan menjustifikasi kekeliruan orang lain.

Ketimbang larut dengan kesulitannya beradaptasi dengan budaya khas kaum modernis, ia lebih memilih menyibukkan dunianya bersama tumpukan buku-buku, sebuah hobi lama yang sudah ia geluti semenjak masih tinggal di Pahonjean,

di tempatnya yang baru (Bogor) kegilaannya dalam membaca buku semakin menjadi-jadi, nyaris setiap hari waktunya diisi dengan membaca dan membaca, bahan bacaannya tidak terbatas pada buku pelajaran sekolahnya di Sekolah Dasar, segala macam buku ia lahap tak terkecuali buku tentang ilmu politik. Perlu dicatat bahwa hal tersebut dilakukan pada usianya yang belum genap 10 tahun!

“Di luar buku cerita, buku politik entah mengapa menjadi pilihan saya. Meski saya belum mampu memahami isinya dengan baik, saya selalu mempelajarinya.”

Tidak seperti kebanyakan anak seusianya yang lain, Budiman menghabiskan waktu untuk menimba ilmu di wilayah geografis yang berbeda-beda. Selepas menyelesaikan Pendidikan wajib enam tahun nya di SD Pengadilan II Bogor, Budiman melanjutkan tiga tahun Sekolah Menengah Pertama- nya di SMP 1 Majenang (Cilacap) sebelum kemudian memilih Yogyakarta dan menimba ilmu di Sekolah Menengah Atas (SMA) 1 Muhammadiyah selama 2 tahun, di tahun ketiga Budiman memutuskan untuk kembali bersekolah di Bogor (SMA 5 Bogor) dengan beberapa alasan.

Yogyakarta merupakan tempat persemaian awal embrio aktivisme dalam tubuh seorang manusia politik bernama Budiman Sudjatmiko, kecanduannya dalam membaca buku memudahkan Budiman untuk mempercepat proses sublimasinya di panggung-panggung debat maupun diskusi di Yogyakarta,

bahkan Budiman remaja nampak tidak sungkan untuk berbagi pengetahuan bersama senior-seniornya dari aktivis mahasiswa saat itu seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IPM) Universitas Islam Indonesia (UII)4.

 Anak SMA bernama Budiman Sudjatmiko ini terus merangsek naik menuju level pengetahuan yang lebih tinggi, perkembangan exposure intelektualnya makin terlihat tatkala Budiman mulai intensif berdiskusi dengan Arief Budiman, seorang guru spiritual aktivis mahasiswa yang juga dikenal sebagai salah satu Ekonom tangguh di negeri ini.

“Kelompok diskusi ini sering mengadakan diskusi terbatas yang bersifat informal yang mengkritisi pemerintahan Orde Baru. Mereka membedah persoalan-persoalan dunia dan Indonesia dari beragam pendekatan.”

Karier akademik Budiman berlanjut di Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada (UGM). Di UGM aktivitas organisasi Budiman semakin meluas, ia tidak hanya aktif di lingkungan gerakan internal kampusnya, melainkan juga terlibat secara aktif dalam pergulatan gerakan eksternal universitasnya, terutama di Persatuan Rakyat Demokratik (PRD) sebagai organisator sekaligus artikulator perlawanan rakyat yang menjadi korban-korban kebengisan penguasa.

Totalitas perjuangan pada akhirnya memaksa Budiman untuk “cenderung” mengabaikan aktivitas akademiknya di kampus, identitas sebagai mahasiswa fakultas Ekonomi UGM hanya sanggup ia pertahankan selama 3 semester.

Sebuah dosa yang baru bisa Budiman tebus beberapa tahun kemudian lewat berkuliah di London University, School of Oriental and African Studies (SOAS) dan Cambridge University Inggris .

“Keterlibatan saya sebagai aktivis merupakan konsekuensi logis dari pencarian akan makna kehidupan pribadi dan sosial saya sebagai seorang anak muda”

Lambat laun Budiman muda bertransformasi menjadi aktivis yang mulai diperhitungkan di dunia gerakan, bahkan penguasa orde baru saat itu mulai melihat bahwa gerak-gerik Budiman akan berpotensi menggoyang stabilitas politik dan ekonomi yang telah dipertahankan selama berpuluh tahun.

Budiman Sudjatmiko "Tokoh Politisi Eksentrik yang Mendunia dan Mengakar "

Budiman muda seperti duri kecil dalam onggokan daging pemerintahan orde baru. Budiman bukanlah karakter aktivis menara gading yang hanya menyibukkan diri dengan gunungan- gunungan teori, ia meyakini betul bahwa aktivis yang paripurna adalah ia yang tidak sebatas berbunga-bunga dalam teori, melainkan terlibat aktif dalam praksis untuk memaju-kan masyarakatnya.

 Oleh sebab itu, tidak mengejut-kan bahwa selepas meninggalkan bangku perkuliahan di Yogyakarta, Budiman aktif sebagai organisator rakyat yang memberikan pendidikan Ekonomi-Politik gratis pada rakyat, terutama mereka yang dalam periode tersebut sedang bersengketa dengan korporasi atau pun elit pemerintah.

Sebagai bentuk totalitasnya dalam mengorganisasi rakyat kecil, Budiman dan beberapa rekan nya yang lain sampai tinggal selama berhari-hari, berminggu-minggu bahkan sampai berbulan-bulan bersama rakyat kecil yang mereka dampingi.

Aktifitas pengorganisasian rakyat itu setidaknya pernah Budiman lakukan di beberapa wilayah seperti Cilacap, Situbondo, Sukabumi dan Ngawi.

“Bukankah tanpa melibatkan elemen rakyat yang lebih luas, gerakan mahasiswa hanya sebuah aksi yang terisolir?”

Sebagai seorang aktivis, Budiman nampak memiliki kecenderungan yang berbeda dalam berbusana, ia memiliki selera fashion yang nampak lebih baik jika dibandingkan kawan-kawan sejawatnya yang lain.

Stigmatisasi terhadap aktivis yang selalu urakan dengan sandal jepit, rambut gondrong serta celana jeans bolong di sana sini berhasil ditepis dengan baik oleh Budiman.

Dalam setiap kesempatan baik formal maupun informal Budiman selalu nampak rapi dalam balutan kemeja lengan pendek dan kacamata minus yang tetap dibuat mengikuti tren perkembangan fashion terbaru.

“Saya adalah orang yang suka membongkar takhayul bahwa aktivis itu pasti gondrong, berjaket kulit dan dengan geraham mengeras, ‘mengawal prinsip-prinsip perjuangan’.

Bagi saya seorang aktivis jalanan juga bisa tampil rapi, boleh berapi-api di podium di hadapan massa aksi atau forum debat, disemprot gas air mata dan bisa berkelahi bersenjatakan tongkat melawan polisi anti huru-hara,tapi masih tetap bisa tersenyum ramah dalam keseharian.”

Puncak karier politik dari Budiman Sudjatmiko muda terjadi ketika yang bersangkutan mendapatkan mandat untuk menjadi Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) dalam usia yang masih sangat muda, 26 tahun!

Tindak-tanduk Budiman yang semakin Progresif- Revolusioner serta kegigihannya dalam melakukan pendidik- an berbasis kerakyatan menjadi ancaman serius bagi kepemimpinan status quo orde baru, Setelah keterpilihannya dalam memimpin PRD, rezim yang saat itu berkuasa nampak tidak sungkan menjadikan Budiman beserta anggota PRD yang lain sebagai musuh nomor satu negara, dengan ancaman makar atau memiliki tujuan menggulingkan pemerintahan.

Pada Desember 1996 Budiman dan rekan-rekan nya yang lain ditangkap dan dijebloskan ke Penjara. Berita tentang penangkapannya menyebar sangat cepat di kalangan aktivis mahasiswa pada saat itu, baik dalam lingkup nasional maupun internasional, hal itu dikarenakan Budiman memang sudah sejak lama membangun aliansi strategis dengan beberapa organisasi mahasiswa internasional seperti Asian Student Association (ASA) dan jaringan pro demokrasi yang lain.

Budiman juga memiliki akses ke media internasional seperti BBC, CNN dan ABC, pada 1996, Australian Broadcasting Television (ABC) pernah membuat film dokumentasi berdurasi 1 jam tentang aktifitas politik serta pengorganisasian rakyat yang dilakukan oleh Budiman Sudjatmiko. 

Gelombang penolakan terhadap penahanan Budiman semakin membesar, demonstrasi masa terjadi di mana-mana. Penahanan terhadap Budiman cs yang oleh mahasiswa justru menjadi detonator titik perlawanan mahasiswa yang lain.

Journeyman.tv merilis sebuah video berudurasi 17 menit dengan judul an activist silenced (Aktivis yang dibungkam) .

“Pagi itu terdengar suara demonstrasi yang lantang di depan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, memprotes penahanan kami. Semangatku kembali bergelora setelah mendengarkan teriakan mereka”. 

Budiman Sudjatmiko adalah Tokoh indonesia yang terkenal di bidang Politisi Eksentrik yang Mendunia.

Budiman Sudjatmiko mengingatkan banyak orang pada peristiwa yang menimpa Ir.Sukarno, presiden Republik Indonesia (RI) pertama yang terpaksa harus mendekam di balik jeruji besi serta diasingkan selama puluhan tahun karena keteguhan hatinya dalam memperjuangkan nasib rakyatnya.

Ketika duet Abdurahman Wahid (Gus Dur) – Megawati Sukarno Putri, tampil sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia pada 1999, Budiman dan rekan-rekan nya dinyatakan tidak bersalah.

Mereka diberikan amnesti yang ditandatangani langsung oleh Presiden Republik Indonesia (Gus Dur) lewat menteri Hukum dan HAM pada saati itu (Yusril Ihza Mahendra).

Selepas menghirup udara bebas, Budiman menebus dosa intelektualnya dengan melakukan perjalanan selama 7276 mil ke London, Inggris untuk melanjutkan studinya yang sempat terhenti.

Di London Budiman sempat menetap di kediaman keluarga Hayono Isman (Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga) selama tiga bulan, sebelum memilih pindah ke sebuah pemukiman kelas pekerja, yang terletak di tepi utara London.

Setelah menyelesaikan pengembaraan awal intelektualnya bersama London University dengan gelar M.Sc., (Ilmu Politik), Budiman mendapat anugerah besar dari Tuhan lewat keberhasilannya diterima di salah satu Universitas terbaik di dunia (Cambridge), di Cambridge Budiman memilih jurusan Hubungan Internasional dan mendapatkan gelar M.Phil.

Tidak tanggung-tanggung, Budiman masuk jajaran alumnus clare hall, Cambridge paling populer no.4 di bawah Paul Mellon, Lee Bollinger, Briand Pippard .

“Kuingat ibuku menangis sedih setelah mendengarkan keputusanku untuk berhenti kuliah dari UGM. Untuk menghibur hatinya saat itu, aku berjanji kepadanya, Ibu, percayalah, suatu saat aku akan masuk ke universitas terbaik di dunia”.

Sekembalinya dari menimba ilmu Inggris, Budiman tercatat aktif berkiprah di beberapa organisasi berbasis politik di tanah air seperti REPDEM, Parade Nusantara dan yang terutama aktif sebagai anggota dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan yang pada pemilu 2009 lalu mengantarkannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Pahit getir perjuangan Budiman Sudjatmiko menuju kursi DPR di Senayan ia tuangkan secara apik dan detail dalam bukunya Anak-anak Revolusi Buku ke 2.

“Jika jejaring sosial menyatu dengan ilmu pengetahuan, tak ada perbuatan baik yang tak mungkin.”

Pada tingkatan nasional, prestasi paling monumental dari Budiman Sudjatmiko adalah keberhasilannya merealisasikan konsep sibernetika politik yang ia labeli sebagai UU Desa.

Perjalanan hidup serta interaksinya yang panjang bersama Petani baik di masa kecilnya maupun di masa pergerakan aktivis mahasiswanya merupakan sebuah perjalanan religius yang membawa Budiman pada trayek yang secara terus- menerus mengikhtiarkan kemajuan bagi kehidupan masyarakat di wilayah pedesaan.

 Pada tingkat Internasional, Budiman tercatat aktif sebagai pengurus Steering Committee dari Social-Democracy Network in Asia (Jaringan Sosial-Demokrasi Asia), ia juga acapkali hilir mudik di kawasan Amerika Selatan sebagai salah satu basis kekuatan sosialis dunia, istimewanya Budiman pernah berbincang secara langsung dengan mantan Presiden Venezuela (1999-2013) yang fenomenal “el comandante” Hugo Chavez Frias.

Ia bersama Rikard Bagun dan Martin Bhisu menjadi saksi sekaligus pelaku sejarah yang menemani Presiden Paraguay (2008 – sekarang), Fernando Lugo mengendarai sebuah mobil guna meloloskan diri dari upaya kudeta paska keterpilihannya di 2008 silam.

“Lugo menerima ancaman mati dari pihak-pihak yang merasa terganggu oleh gerakannya. Selama menjadi uskup, dia sering membela petani melawan para tuan tanah untuk menuntut landreform, juga melawan majikan-majikan multinasional dengan kampanye lingkungan hidup berupa penolakan penggunaan pestisida”.

Budiman kerap diasosiasikan dengan poiltisi organik yang tumbuh besar bersama rakyat, ketika banyak politisi yang lain menggunakan alat peraga sebagai simbolisasi keberpihakannya terhadap kelompok masyarakat yang termarjinalkan: marhaen.

Budiman malah lebih dulu sudah mempraktiknnya secara langsung di lapangan. Sebagai seorang politisi, Budiman adalah salah satu dari tidak banyak politisi yang jarang memasang spanduk dan baliho.

Kehidupan politiknya dijalani dengan mengorganisir massa agar memiliki kesadaran kritis terhadap hak-hak politik dan ekonominya yang selama ini terenggut.

Bahkan tidak jarang ia keluar masuk hutan dan pedalaman guna merealisasikan ide-ide pendidikan serta pemberdayaan rakyat yang oleh sebagian orang dianggap utopis.

Pada akhirnya, pilihan-pilihan politik yang diambil oleh Budiman Sudjatmiko tidaklah berhenti pada kiprah untuk merealisasikan capaian-capaian personalnya.

 Ia meyakini betul bahwa politik juga tidaklah semata-mata sebagai upaya pragmatis berebut kekuasaan yang berlangsung secara temporer, baginya Politik adalah memerdekakan jiwa-jiwa sederhana yang terombang-ambing di antara kehidupan miskin dan kematian yang tragis.

“Bagiku berpolitik adalah menyelamatkan orang-orang seperti nenekku dari keluguan, membantu Mbah Dimin lepas dari hutang-hutangnya, dan menolong sebagian teman masa kecilku di Majenang yang tidak bisa bersekolah karena orang tua mereka tak memiliki cukup uang”.

Sekian Tulisan Tentang : Tokoh Politisi Eksentrik yang Mendunia dan Mengakar semoga dapat bermanfaat, terimakasih.