Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Korupsi dan Gratifikasi : Defenisi, Kategori, Dasar Hukum dan Contoh Kasus

KEGIATAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN GARTIIFIKASI

Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini. Dilain pihak upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan negeri ini. Dalam artikel ini kita akan belajar tentang pengertian tindak pidana korupsi menurut uu no. 20 tahun 2001,korupsi yang berhubungan dengan gratifikasi dan pengertian korupsi dan gratifikasi yang merupakan salah satu bentuk salah satu bentuk tindak pidana korupsi.

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere: busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok, menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka, ini adalah salah satu tindak korupsi.

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Undang-undang No.28 Tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang Bebas dari KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) merumuskan: korupsi adalah tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan peraturan-peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.Dengan perumusan yang demikian maka menunjuk pada peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana korupsi yakni: Undang-undang No.20 Tahun 2001 yang telah merubah Undang-undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kini berlaku sebagai hukum positif tentang korupsi.

Pengertian Korupsi menurut UU No.31 Tahun 1999 Jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara

Tindak pidana korupsi adalah suatu tindak pidana yang dengan penyuapan manipulasi dan perbuatan-perbuatan melawan hukum yang merugikan atau dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, merugikan kesejahteraan atau kepentingan rakyat/umum. “Tindak Pidana Korupsi adalah setiap perbuatan seseorang atau badan hukun yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan keuangan Negara dan atau perekonomian Negara dan atau perekonomian Negara atau diketahui patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara”.

2. Dasar Hukum Tindak Pidana Korupsi dan Gartifikasi

  1. UU.No.28/1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
  2. UU.No. 31/ 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
  3. PP.No.71/2000 tentang Tatacara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
  4. UU. No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU. No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
  5. UU.No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
  6. UU. No. 46/ 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

3. Tindakan Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Korupsi

  1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara;
  2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan , kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara;
  3. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara Negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
  4. Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya;
  5. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
  6. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk memengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;
  7. Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan Negara dalam keadaan perang;
  8. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam no. 7;
  9. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisiaan Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan Negara dalam keadaan perang;
  10. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud , no. 9;
  11. Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan / orang yang menerima penyerahan barang keperluan TNI dan atau Kepolisian Negara RI dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud pada no.7 dan 10 dipidana seperti no .7 s/d 10;
  12. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus / untuk sementara waktu ,dengan sengaja menggelapkan uang atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut;
  13. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus / untuk sementara waktu ,dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.
  14. Pegawai negeri / selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja :Menggelapkan , menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang , yang dikuasai karena jabatannya; Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan , atau membuat tidak dapat dipakai barang , akta , surat atau daftar tsb; Membantu orang lain menghilangkan,menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta , surat, atau daftar tersebut.
  15. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga , bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
  16. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
  17. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah,padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
  18. Hakim yang menerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
  19. Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan,menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk memengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;
  20. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu , membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan , atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
  21. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta , menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang lain atau kepada kas umum, seolah olah pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya , padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
  22. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
  23. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang pada waktu menjalankan tugas,telah menggunakan tanah Negara yang diatasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak,padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
  24. Pegawai negeri atau penyelenggara Negara baik langsung maupun tak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan , atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya;

4. Pengertian Gratifikasi 

Gratifikasi korupsi dan penggelapan uang negara merupakan ancaman dari bidang ekonomi, politik, dan hukum yang notabenenya bahwa kegiatan gratifikasi ini perbuatan melawan hukum yang bekaittan dengan politik untuk mementingkan keuntungan pribadinya. 

Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas , yakni meliputi pemberian uang, barang,rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga,tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya. Baik yang diterima didalam negeri maupun diluar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa   sarana e-lektronik. (Penjelasan UU. 20/ 2001).



5. Kategori Gratifikasi

Adapun beberapa kategori yang termasuk dan tidak termasuk dalam kriteria gratifikasi
adalah sebagai berikut:

a. Gratifikasi yang Dianggap Suap

Gratifikasi yang Dianggap Suap Yaitu Gratifikasi yang diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

b. Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap

Gratifikasi yang Tidak Dianggap Suap Yaitu Gratifikasi yang diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang berhubungan dengan jabatan dan tidak berlawanan dengan kawajiban atau tugasnya sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 12 B UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

6. Contoh-Contoh Kasus Gratifikasi

Untuk memberikan pemahaman tentang gratifikasi dan penanganannya, berikut ini akan diuraikan beberapa contoh kasus gratifikasi baik yang dilarang berdasarkan ketentuan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (selanjutnya baca gratifikasi yang dilarang) maupun yang tidak. Tentu saja hal ini hanya merupakan sebagian kecil saja dari situasi-situasi terkait gratifikasi yang seringkali terjadi.

Contoh-contoh pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang sering terjadi adalah:
  1. Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya 
  2. Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut 
  3. Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-Cuma 
  4. Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan 
  5. Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat 
  6. Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan 
  7. Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja 
  8. Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu, dll
Nah itulah penjelasan sekilas tentang Kegiatan Tindak Pidana Korupsi dan Gratifikasi  yang bisa menjadi referensi buat teman-teman.... Tentunya sudah dalam sudah dijelaskan pengertian tindak pidana korupsi menurut uu no. 20 tahun 2001,korupsi yang berhubungan dengan gratifikasi dan pengertian korupsi dan gratifikasi yang merupakan salah satu bentuk salah satu bentuk tindak pidana korupsi.