Genius!! Dokter Umat Sekaligus Penulis Buku |O Hashem
Tidak Pantas Dilupakan!! berikut inilah adalah ulasan mengenai sosok tokoh Genius bernama O. Hashem; menurut SelaiHox
Tokoh Genius Penulis Buku Sekaligus Dokter Umat Indonesia
Nama yang satu ini jarang kita jumpai di media. Selama hidup, beliau memilih menyepi dan mengabdikan dirinya kepada masyarakat tanpa sorotan kamera.
Profesinya dokter. Dia lulus dari Universitas Padjajaran (Unpad) setelah sebelum- nya menyelesaikan studi sarjana di fakultas kedokteran Universitas Airlangga. Pendidikan dasar dan menengahnya dilalui di Manado.
Pada tahun 1952, dia menjadi kepala sekolah SMP Muhammadiyah Wawonasa, Manado. Kemudian pada tahun 1961, bersama Hadi A. Hadi, Hasan Assegaf, Muhammad Suherman (Muhammadiyah),
Saad Nahban (Al Irsyad), dan Husain Al Habsyi, dia mendirikan Yayasan Penyiaran Islam (YAPI). Pada tahun-tahun itu pula, dia mulai dakwah dengan berceramah di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Unpad. Dia bahkan mulai mengumpulkan orang keturunan Tionghoa dan berceramah di hadapan mereka.
Sejak kuliah, pria kelahiran Gorontalo, 28 Januari 1936 ini berkomitmen untuk mengabdi kepada rakyat di manapun ditempatkan. Ketika itu, belum banyak lulusan fakultas kedokteran dan rata-rata ingin ditempatkan di kota. Dia berbeda.
Dia memilih mulai mengabdi di pedalaman. Lampung menjadi tempatnya. Di sana, dia menjadi dokter puskesmas di sebuah daerah terpencil bernama Kota Agung.
Keinginannya mengabdi kepada masyarakat terjawab. Rata-rata pasiennya adalah rakyat miskin. Jika ada pasien yang ingin membayar, biasanya langsung ditolak atau uangnya dikembalikan lagi.
Pernah satu waktu ada pasien yang membayar, tetapi uang kembaliannya tidak dikembalikan oleh petugas, lalu dia menyuruh uang tersebut dikembalikan.
Setelah pulang dari Lampung, dia menetap di Jakarta. Uang pensiunnya dulu hanya 620 ribu. Jumlah yang sangat kecil untuk profesi yang besar ini. Meski begitu dia tak pernah berkecil hati. Seminggu sekali istrinya selalu memberikan beras kepada tukang sampah di sekitar rumahnya yang memiliki anak banyak.
Dialah Omar Hashem Assegaf, yang akrab dipanggil O. Hashem atau Ami Omar. Dokter yang satu ini melayani siapa saja dan apa saja penyakitnya. Dia adalah dokter umat. Kehadirannya menjadi penyejuk bagi sekitarnya.
Menjawab dengan Buku
Kariernya tak hanya dijalani dengan alat-alat kedokteran. O. Hashem juga mengangkat tangan dan menggoreskan pena. Dia menulis banyak buku. Salah satunya adalah buku yang berjudul “Keesaan Tuhan” yang terbit tahun 1962.
Buku ini menjawab pertanyaan bagaimana peran Tuhan dalam kehidupan yang di dalamnya terdapat pergolakan antara agama dan ilmu pengetahuan.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa para intelektual selalu menomorsatukan ilmu pengetahuan dan tidak menempatkan Tuhan sebagai yang primer. Tuhan hanya sebagai Pencipta, Prima Causa. Ajaran-ajaran-Nya ditinggalkan, padahal ketuhanan suatu agama akan sangat memengaruhi seluruh aspek kehidupan.
Lepasnya agama dari ilmu penge- tahuan adalah sebuah blunder yang menyebabkan jebolnya kemanusiaan.
Tahun berikutnya, O. Hshem kembali menetaskan karya berjudul “Muhammad Sang Nabi”. Buku yang ditulis tahun 1963 ini adalah jawabannya kepada orang-orang yang me- remehkan Muhammad bin Abdullah.
Dia menguraikan secara detail tentang kehidupan Nabi Muhammad saw. Kepribadian Muhammad yang menawan, menyihir para kawan maupun lawannya.
Buku lain yang ditulisnya adalah “Jawaban Lengkap kepada Pendeta Prof. Dr. J Verkuyl” yang ditulis tahun 1967. Alasan buku itu ditulis adalah karena O. Hashem ingin berterima kasih kepada M. Natsir. Sebelumnya, M.
Natsir mengiriminya surat dan sebuah buku yang berjudul “Interpretasi Iman Kristen kepada Orang Islam”. Dia merasa perlu menjawab kiriman surat dan buku tersebut yang menurutnya akan lebih sopan jika dijawab secara ilmiah dan rasional.
Dia pun memilih menulis buku. Akhirnya, setelah menerima surat dan buku dari O. Hashem, M. Natsir yang waktu itu baru keluar dari penjara, mengucapkan terima kasih.
Menurut Hassan, O. Hashem adalah sosok yang acuh terhadap nilai ekonomis buku-bukunya. Meski laris, O. Hashem hanya ingin bukunya bisa bermanfaat untuk seluas-luasnya umat.
Hassan juga menganggap O. Hashem adalah sosok yang menjaga nilai-nilai perkawanan dan persahabatan. Termasuk ketika dirinya dijauhi setelah menulis buku Saqifah tersebut.
Seorang aktivis Voice of Palestine, Damar Triadi, punya kisah tersendiri dengan O. Hashem dan buku Saqifah. Menurut- nya buku Saqifah tulisan O. Hashem sangat mempengaruhi pandangannya.
Dengan metode yang unik, buku itu menjungkirbalikan pemahamannya selama ini. Semua tokoh disajikan apa adanya. O. Hashem menggunakan analisis studi kritis sehingga tidak ada tokoh yang diunggulkan daripada tokoh yang lain.
Jika ada orang yang tidak setuju dengan pendapatnya dalam buku itu, O. Hashem menginginkan jika argumennya dijawab dengan buku lagi. Terjadi dialog, bukan hancurnya persahabatan.
Buku lain yang merupakan karya emasnya juga adalah “Berhaji Mengikuti Jalur Para Nabi (2004),” “Benarkah Aisyah Menikah dengan Rasulullah saw saat Usia Dini? (2009),” dan masih banyak lagi. O. Hashem juga pernah membuat tulisan yang berjudul “Jawaban Lengkap Atas Seminar Sehari Tentang Syi’ah”.
Tulisan tersebut dibuat sebagai jawaban rasional atas seminar yang diselenggarakan pada tanggal 21 September 1997 di Masjid Istiqlal Jakarta.
Menulis bagi O. Hashem adalah menjawab dengan sopan argumen yang berbeda dengan dirinya. Itu semua dilakukannya dengan memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
Kesan yang Ditinggalkan
Di mata orang lain, O. Hashem merupakan sosok yang penuh warna. Anwar Aris pernah mengungkapkan kesan personalnya dengan O. Hashem. Menurutnya, kepedulian O. Hashem pada ilmu pengetahuan ditunjukkan pada apresiasi objektifnya atas setiap tokoh. Menurut penulis buku “Israel is not Real (2009)” ini, O. Hashem selalu menilai setiap tokoh dengan adil sesuai dengan kapasitasnya.
Pernah O. Hashem memuji Aidit dengan mengatakannya cerdas. Penguasaannya terhadap literatur barat tidak dapat diragukan. Pada awal kemerdekaan, menurut O. Hashem orang ini berpartisipasi positif terhadap usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terlepas dari ideologi komunismenya yang dikritik oleh O. Hashem sendiri dalam buku “Marxisme dan Agama”.
Musa Kazhim, penulis buku Ahmadinejad pun punya kesan terhadap O. Hashem. Menurutnya, O. Hashem sangat meng- hargai anak muda. Menurut Musa, O. Hashem dikaruniai sesuatu yang khas oleh Allah. O. Hashem tidak bisa diam.
Keinginannya adalah selalu bergerak dan menemui banyak orang. Jika tidak beraktivitas, kesehatannya malah terganggu. Begitupun ketika sakit. Jika biasanya saat orang sakit butuh istirahat yang cukup dan mengurangi aktivitas. O. Hashem malah ingin menemui banyak orang. O. Hashem selalu senang dan merasa penyakitnya sembuh kalau dia bertemu banyak orang.
O. Hashem selalu menghormati tamunya. Siapa pun dan kapan pun. Saking asyiknya berdiskusi, bisa sampai pagi. Sisanya, istrinyalah yang kebagian beribadah karena harus begadang menunggui dan merawatnya saat sakit berat.
Pada awal Januari 2009 kesehatannya semakin menurun dan kompleks. O. Hashem masuk ke RS MMC pada 24 Januari
2009. Penyakitnya yang kompleks (kanker, paru-paru, asma, diabetes) mengisyaratkannya harus dirawat. Saat dirawat, wajahnya tetap ceria dan tak lekang dengan senyum dan canda tawa bahagia. Hingga pada Sabtu tanggal 29 Januari 2009, O. Hashem membawa kebahagiaannya itu berpulang kepada yang telah menciptakannya.
Keinginannya saat dirawat adalah ziarah ke Karbala, tempat di mana Husain bin Ali wafat dan ke Gaza untuk menolong warga Palestina yang diserang. Omar Hashem Assegaf wafat dalam usia 74 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta.
Bagi para sahabat, O. Hashem memang sudah wafat, tapi sosoknya tak bisa dilupakan. Dalam diskusi tanggal 5 Maret 2009 di Universitas Paramadina Jakarta, Dik Doank mengatakan bahwa almarhum O. Hashem adalah orang yang sholeh. Dik bersyukur bisa berbicara tentang beliau.
O. Hashem dianggapnya sebagai guru dan obat hati; berkumpul dengan orang-orang sholeh. Sementara pembicara yang lain, Emha Ainun Nadjib, mengatakan bahwa O. Hashem adalah seorang begawan ilmu dan kemanusiaan.
Bagi budayawan yang akrab disapa Cak Nun itu, karya-karya O. Hashem harus dibacakan dalam bentuk apa pun; puisi, cerpen, buku, agar ilmu dan pemikirannya tetap bisa bermanfaat bagi semua.
Benar. Dalam tema diskusi itu, In Memorium O. Hashem adalah lelaki sejati yang penuh warna. Ibarat pohon yang berbunga, berbuah, meski hidup dalam kemarau berkepanjangan. Sosoknya adalah cendekiawan muslim yang serbabisa. Indonesia dan umat islam telah kehilangan sosok itu. O. Hashem telah berpulang, namun tetap saja kita tidak pantas melupakannya.
Sekian Artikel Tentang Tokoh Genius Penulis Buku Sekaligus Dokter Umat Indonesia, semoga dapat bermanfaat, terimakasih.
Tokoh Genius Penulis Buku Sekaligus Dokter Umat Indonesia
Nama yang satu ini jarang kita jumpai di media. Selama hidup, beliau memilih menyepi dan mengabdikan dirinya kepada masyarakat tanpa sorotan kamera.
Profesinya dokter. Dia lulus dari Universitas Padjajaran (Unpad) setelah sebelum- nya menyelesaikan studi sarjana di fakultas kedokteran Universitas Airlangga. Pendidikan dasar dan menengahnya dilalui di Manado.
![]() |
Foto : O Hashem Dengan Koleksi Bukunya |
Pada tahun 1952, dia menjadi kepala sekolah SMP Muhammadiyah Wawonasa, Manado. Kemudian pada tahun 1961, bersama Hadi A. Hadi, Hasan Assegaf, Muhammad Suherman (Muhammadiyah),
Saad Nahban (Al Irsyad), dan Husain Al Habsyi, dia mendirikan Yayasan Penyiaran Islam (YAPI). Pada tahun-tahun itu pula, dia mulai dakwah dengan berceramah di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Unpad. Dia bahkan mulai mengumpulkan orang keturunan Tionghoa dan berceramah di hadapan mereka.
Sejak kuliah, pria kelahiran Gorontalo, 28 Januari 1936 ini berkomitmen untuk mengabdi kepada rakyat di manapun ditempatkan. Ketika itu, belum banyak lulusan fakultas kedokteran dan rata-rata ingin ditempatkan di kota. Dia berbeda.
Dia memilih mulai mengabdi di pedalaman. Lampung menjadi tempatnya. Di sana, dia menjadi dokter puskesmas di sebuah daerah terpencil bernama Kota Agung.
Keinginannya mengabdi kepada masyarakat terjawab. Rata-rata pasiennya adalah rakyat miskin. Jika ada pasien yang ingin membayar, biasanya langsung ditolak atau uangnya dikembalikan lagi.
Pernah satu waktu ada pasien yang membayar, tetapi uang kembaliannya tidak dikembalikan oleh petugas, lalu dia menyuruh uang tersebut dikembalikan.
Setelah pulang dari Lampung, dia menetap di Jakarta. Uang pensiunnya dulu hanya 620 ribu. Jumlah yang sangat kecil untuk profesi yang besar ini. Meski begitu dia tak pernah berkecil hati. Seminggu sekali istrinya selalu memberikan beras kepada tukang sampah di sekitar rumahnya yang memiliki anak banyak.
Dialah Omar Hashem Assegaf, yang akrab dipanggil O. Hashem atau Ami Omar. Dokter yang satu ini melayani siapa saja dan apa saja penyakitnya. Dia adalah dokter umat. Kehadirannya menjadi penyejuk bagi sekitarnya.
Menjawab dengan Buku
Kariernya tak hanya dijalani dengan alat-alat kedokteran. O. Hashem juga mengangkat tangan dan menggoreskan pena. Dia menulis banyak buku. Salah satunya adalah buku yang berjudul “Keesaan Tuhan” yang terbit tahun 1962.
![]() |
Foto : Buku O Hashem "Keesaan Tuhan" |
Buku ini menjawab pertanyaan bagaimana peran Tuhan dalam kehidupan yang di dalamnya terdapat pergolakan antara agama dan ilmu pengetahuan.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa para intelektual selalu menomorsatukan ilmu pengetahuan dan tidak menempatkan Tuhan sebagai yang primer. Tuhan hanya sebagai Pencipta, Prima Causa. Ajaran-ajaran-Nya ditinggalkan, padahal ketuhanan suatu agama akan sangat memengaruhi seluruh aspek kehidupan.
Lepasnya agama dari ilmu penge- tahuan adalah sebuah blunder yang menyebabkan jebolnya kemanusiaan.
Tahun berikutnya, O. Hshem kembali menetaskan karya berjudul “Muhammad Sang Nabi”. Buku yang ditulis tahun 1963 ini adalah jawabannya kepada orang-orang yang me- remehkan Muhammad bin Abdullah.
![]() |
Foto : Buku O Hashem "Muhammad Sang Nabi" |
Dia menguraikan secara detail tentang kehidupan Nabi Muhammad saw. Kepribadian Muhammad yang menawan, menyihir para kawan maupun lawannya.
Buku lain yang ditulisnya adalah “Jawaban Lengkap kepada Pendeta Prof. Dr. J Verkuyl” yang ditulis tahun 1967. Alasan buku itu ditulis adalah karena O. Hashem ingin berterima kasih kepada M. Natsir. Sebelumnya, M.
Natsir mengiriminya surat dan sebuah buku yang berjudul “Interpretasi Iman Kristen kepada Orang Islam”. Dia merasa perlu menjawab kiriman surat dan buku tersebut yang menurutnya akan lebih sopan jika dijawab secara ilmiah dan rasional.
Dia pun memilih menulis buku. Akhirnya, setelah menerima surat dan buku dari O. Hashem, M. Natsir yang waktu itu baru keluar dari penjara, mengucapkan terima kasih.
Banyak buku-buku lain yang dituliskannya. Di antaranya adalah buku berjudul “Marxisme dan Agama (1963)” dan Saqifah: Awal Perselisihan Umat (1983)”. Khusus buku ini, Hassan Daliel al-Idrus memiliki kesan pada O. Hashem dari sisi lain.
Menurut Hassan, O. Hashem adalah sosok yang acuh terhadap nilai ekonomis buku-bukunya. Meski laris, O. Hashem hanya ingin bukunya bisa bermanfaat untuk seluas-luasnya umat.
Hassan juga menganggap O. Hashem adalah sosok yang menjaga nilai-nilai perkawanan dan persahabatan. Termasuk ketika dirinya dijauhi setelah menulis buku Saqifah tersebut.
Seorang aktivis Voice of Palestine, Damar Triadi, punya kisah tersendiri dengan O. Hashem dan buku Saqifah. Menurut- nya buku Saqifah tulisan O. Hashem sangat mempengaruhi pandangannya.
Dengan metode yang unik, buku itu menjungkirbalikan pemahamannya selama ini. Semua tokoh disajikan apa adanya. O. Hashem menggunakan analisis studi kritis sehingga tidak ada tokoh yang diunggulkan daripada tokoh yang lain.
Jika ada orang yang tidak setuju dengan pendapatnya dalam buku itu, O. Hashem menginginkan jika argumennya dijawab dengan buku lagi. Terjadi dialog, bukan hancurnya persahabatan.
Buku lain yang merupakan karya emasnya juga adalah “Berhaji Mengikuti Jalur Para Nabi (2004),” “Benarkah Aisyah Menikah dengan Rasulullah saw saat Usia Dini? (2009),” dan masih banyak lagi. O. Hashem juga pernah membuat tulisan yang berjudul “Jawaban Lengkap Atas Seminar Sehari Tentang Syi’ah”.
Tulisan tersebut dibuat sebagai jawaban rasional atas seminar yang diselenggarakan pada tanggal 21 September 1997 di Masjid Istiqlal Jakarta.
Menulis bagi O. Hashem adalah menjawab dengan sopan argumen yang berbeda dengan dirinya. Itu semua dilakukannya dengan memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
Kesan yang Ditinggalkan
Di mata orang lain, O. Hashem merupakan sosok yang penuh warna. Anwar Aris pernah mengungkapkan kesan personalnya dengan O. Hashem. Menurutnya, kepedulian O. Hashem pada ilmu pengetahuan ditunjukkan pada apresiasi objektifnya atas setiap tokoh. Menurut penulis buku “Israel is not Real (2009)” ini, O. Hashem selalu menilai setiap tokoh dengan adil sesuai dengan kapasitasnya.
Pernah O. Hashem memuji Aidit dengan mengatakannya cerdas. Penguasaannya terhadap literatur barat tidak dapat diragukan. Pada awal kemerdekaan, menurut O. Hashem orang ini berpartisipasi positif terhadap usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terlepas dari ideologi komunismenya yang dikritik oleh O. Hashem sendiri dalam buku “Marxisme dan Agama”.
Musa Kazhim, penulis buku Ahmadinejad pun punya kesan terhadap O. Hashem. Menurutnya, O. Hashem sangat meng- hargai anak muda. Menurut Musa, O. Hashem dikaruniai sesuatu yang khas oleh Allah. O. Hashem tidak bisa diam.
Keinginannya adalah selalu bergerak dan menemui banyak orang. Jika tidak beraktivitas, kesehatannya malah terganggu. Begitupun ketika sakit. Jika biasanya saat orang sakit butuh istirahat yang cukup dan mengurangi aktivitas. O. Hashem malah ingin menemui banyak orang. O. Hashem selalu senang dan merasa penyakitnya sembuh kalau dia bertemu banyak orang.
O. Hashem selalu menghormati tamunya. Siapa pun dan kapan pun. Saking asyiknya berdiskusi, bisa sampai pagi. Sisanya, istrinyalah yang kebagian beribadah karena harus begadang menunggui dan merawatnya saat sakit berat.
Pada awal Januari 2009 kesehatannya semakin menurun dan kompleks. O. Hashem masuk ke RS MMC pada 24 Januari
2009. Penyakitnya yang kompleks (kanker, paru-paru, asma, diabetes) mengisyaratkannya harus dirawat. Saat dirawat, wajahnya tetap ceria dan tak lekang dengan senyum dan canda tawa bahagia. Hingga pada Sabtu tanggal 29 Januari 2009, O. Hashem membawa kebahagiaannya itu berpulang kepada yang telah menciptakannya.
Keinginannya saat dirawat adalah ziarah ke Karbala, tempat di mana Husain bin Ali wafat dan ke Gaza untuk menolong warga Palestina yang diserang. Omar Hashem Assegaf wafat dalam usia 74 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta.
Bagi para sahabat, O. Hashem memang sudah wafat, tapi sosoknya tak bisa dilupakan. Dalam diskusi tanggal 5 Maret 2009 di Universitas Paramadina Jakarta, Dik Doank mengatakan bahwa almarhum O. Hashem adalah orang yang sholeh. Dik bersyukur bisa berbicara tentang beliau.
O. Hashem dianggapnya sebagai guru dan obat hati; berkumpul dengan orang-orang sholeh. Sementara pembicara yang lain, Emha Ainun Nadjib, mengatakan bahwa O. Hashem adalah seorang begawan ilmu dan kemanusiaan.
Bagi budayawan yang akrab disapa Cak Nun itu, karya-karya O. Hashem harus dibacakan dalam bentuk apa pun; puisi, cerpen, buku, agar ilmu dan pemikirannya tetap bisa bermanfaat bagi semua.
Benar. Dalam tema diskusi itu, In Memorium O. Hashem adalah lelaki sejati yang penuh warna. Ibarat pohon yang berbunga, berbuah, meski hidup dalam kemarau berkepanjangan. Sosoknya adalah cendekiawan muslim yang serbabisa. Indonesia dan umat islam telah kehilangan sosok itu. O. Hashem telah berpulang, namun tetap saja kita tidak pantas melupakannya.
Sekian Artikel Tentang Tokoh Genius Penulis Buku Sekaligus Dokter Umat Indonesia, semoga dapat bermanfaat, terimakasih.