Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tokoh Sekaligus Teladan Wartawan Indonesia |Karni Ilyas

Karni Ilyas: Cermin Teladan Seorang Wartawan...

Dewasa ini, kita tidak bisa luput dari derasnya arus informasi. Begitu derasnya arus informasi ini tidak bisa dianggap sesuatu kelebihan. Terkadang, terdapat beberapa informasi yang tidak dipertanggungjawabkan kebenarannya juga ikut dalam aliran deras ini.

Akibat hal ini lah, profesi wartawan saat ini menjadi sorotan masyarakat karena dianggap tidak mampu menjaga kredibilitasnya. Namun, hal tersebut tidak terdapat pada diri seorang Karni Ilyas. Bisa dikatakan bahwa Karni Ilyas adalah seorang yang pantas dijadikan teladan terutama untuk para wartawan.

Sukarni, nama asli beliau, lahir pada 25 September 1952 di Balingka, Agam, Sumatera Barat. Masa kecil beliau dilewati dengan beberapa kemalangan yang dialaminya. Belum genap 5 tahun, Karni kecil harus berpindah-pindah tempat akibat perang saudara antara Pemerintah Indonesia melawan PRRI kala itu.


tokoh-tokoh indonesia paling berpengaruh dari zaman dulu, kini, dan nanti
Foto : Referensi Pihak Ketiga

Usai perang berakhir, malang kembali menimpa keluarga Karni. Rumah yang ditinggalinya terbakar akibat arus pendek listrik. Menginjak awal awal masuk sekolah dasar, ibunda Karni, Syamsinar dipanggil Sang Khalik akibat pendarahan pasca kelahiran adiknya yang ketiga.

Semenjak kematian sang bunda, Karni mulai hidup mandiri di usianya yang bahkan belum menginjak 8 tahun. Salah satunya mengurusi segala keperluan untuk sekolahnya sendiri.

Namun hal ini tidak membuatnya menyerah ataupun putus asa. Terbukti, dia lulus dari sekolah dasar dengan nilai terbaik kedua di kelas. Masa SMP beliau jalani di SMP 5

Padang. Kala itu, ayah karni sudah membuka sebuah usaha jahit di area pasar. Karena letak sekolahnya yang lebih dekat ke tempat kerja ayahnya, Karni sering menghabiskan waktunya selepas sekolah untuk membantu sang ayah.

Selain itu, beliau mulai mengenal dan akrab dengan suasana pasar yang berisi orang dengan beragam latar belakang.

Di pendidikan sekolah menengah atas, beliau memilih masuk ke SMEA mengambil jurusan tata niaga. Bersama dengan menjalani kegiatan sekolah dan mengaji, Karni muda juga mulai berjualan mulai dari surat kabar hingga rokok.

Di masa ini juga. karier menulis Karni dimulai. Kala itu, karya berupa sastra berupa puisi atau cerpen lebih dihargai daripada tulisan berita.

Setelah beberapa kali menulis dan mengirim ke koran Haluan, satu tulisan berita dan satu tulisan berupa puisi akhirnya dimuat juga. Tentunya hal ini membuat Karni gembira karena usahanya membuahkan hasil.

Lulus dari SMEA, Karni muda memutuskan untuk merantau ke Jakarta. Dengan modal Ijazah SMEA tersebut, Karni muda melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi Publisistik (PTP) pada tahun 1972.

Sambil berkuliah, beliau juga membantu saudaranya yang waktu itu menjalankan usaha jahit seperti ayah Karni. Selain itu, beliau juga mulai menulis lepas di harian Abadi, walaupun dengan honor yang diterimanya kecil sembari mencari lowongan wartawan di media cetak lainnya.

Akhirnya, Karni memutuskan untuk menjajal kesempatan di Suara Karya, sebuah media cetak yang didirikan oleh sejumlah kader partai Golongan Karya (Golkar). Berbekal pengalaman di Koran Abadi dan sebuah surat pengantar dari teman ayahnya yang juga anggota MPR/DPR, Novyan Kaman, Karni berangkat ke kantor harian Suara Karya.

Setelah menunggu sejak pagi hingga sore hari, sosok yang dinanti Karni pun muncul. Pemimpin Redaksi Suara Karya kala itu, Rahman Tolleng yang juga anggota DPR. Semula, lamaran karni ditolak mentah, bahkan surat pemberian Novyan Kaman dibuang begitu saja.

Berkat ketelitian dan mental yang kuat menghadapi sikap keras Rahman Tolleng, akhirnya Karni diterima sebagai wartawan yang mengurus berita tentang hukum.

Karni tak cepat berpuas diri setelah diterima di Suara Karya. Beliau benar benar serius menekuni profesinya. Setiap harinya, Karni datang ke Pengadilan di wilayah Jakarta untuk mendapatkan berita, lalu kembali ke kantor suara karya untuk menuliskan apa yang ia dapat.

Selain itu, Karni juga belajar banyak ilmu jurnalistik dari beberapa petinggi redaksi Suara Karya. Selama menulis di Suara Karya, beliau beberapa kali mendapatkan berita eksklusif. Bahkan berita Karni, menjadi referensi dari media lain sekelas Tempo.

Bakat menulis Karni ini, tercium oleh salah satu wartawan Tempo, Harun Musawa. Harun mengajak Karni untuk mengikuti tes masuk ke Tempo, Karni pun setuju. Karni dinyatakan lulus tes dan mulai bekerja pada November, 1978.

Waktu itu, Tempo baru 7 tahun sehingga cukup baru kala itu. Walaupun media yng terbilang baru, wartawan Tempo memiliki tingkat militan yang begitu tinggi.

Di awal awal masuk Tempo, Karni mengaku kewalahan karena tak hanya mencari berita seputar hukum. Namun beberapa rubrik seperti tokoh nasional, bahkan ekonomi juga harus ia kerjakan.

Selama berkarier di Tempo, lagi lagi Karni selalu mendapatkan berita eksklusif mengenai hukum. Karni pandai dalam mengambil sisi lain dari suatu pemberitaan. Banyak orang yang memuji etos kerja Karni termasuk sang pemimpin redaksi Tempo kala itu, Goenawan Moehamad.

Nama Karni juga sering muncul di bagian tajuk wacana redaksi berkat perannya dalam membuat tulisan di Tempo. Sambil menulis di Tempo, Karni juga melanjutkan studi Ilmu Hukum di Universitas Indonesia.

Selain di Tempo, Karni juga memimpin redaksi sebuah majalah dwi mingguan bertemakan hukum yaitu Forum Keadilan. Majalah ini sendiri milik sebuah yayasan Kejaksaan Agung. Menurut teman sejawatnya di Tempo, keputusan Karni untuk memimpin Forum memang agak gila. FORUM sebelum dipegang Karni, memiliki keredaksian dan manajemen yang kacau.

Sehingga tanggal rilis majalah ini selalu tak menentu. Sebelum memegang kendali keredaksian FORUM, Karni sudah menjadi wakil pemimpin redaksi bersama dengan Slamet Efendi Yusuf.

Berbekal pengalaman keredaksian yang ia dapat, Karni membenahi segalanya di FORUM. Mulai dari manajemen hingga sistem keredaksiaannya diperbaiki oleh dirinya bersama dengan beberapa petinggi FORUM lainnya.

Selama memimpin FORUM, Karni dikenal cukup keras terhadap anak buahnya, namun Karni juga memiliki dasar untuk kebaikan wartawan FORUM itu sendiri. Sifat keras Karni, justru membuat para wartawan FORUM semakin bersemangat untuk memperbaiki segala kesalahan yang biasa ia tandai dengan coretan. Hasilnya, FORUM menjadi majalah yang laris dipasaran.

 Bahkan, beberapa kali FORUM harus mencetak ulang karena permintaan agen. Namun, pada 1999, Karni harus menerima kenyataan bahwa dirinya dipecat oleh pemilik dari FORUM.

Setelah dipecat dari FORUM, Karni sebenarnya menerima banyak tawaran untuk memimpin perusahaan maupun redaksi di media penyiaran. Pada tahun 1999,

 Karni ditunjuk oleh Henry Pribadi, pemilik SCTV kala itu untuk mengawal program berita di SCTV. SCTV yang kala itu hampir bangkrut, berhasil bangkit dan menjadi slah satu stasiun televisi terbaik di Indonesia. Bahkan, selama 3 tahun berturut-turut acara Liputan 6 memperoleh penghargaan Panasonic Award sebagai acara berita terbaik.

Setelah itu, pada akhir 2005, Karni ditunjuk oleh Nirwan Bakrie untuk menahkodai ANTV. Beberapa berita eksklusif berhasil diliput berkat arahan beliau. Karni sering turun ke TKP langsung, karena panggilan profesinya sebagai seorang wartawan.

Pada tahun 2008, Karni dipindah tugaskan untuk memimpin keredaksian TVONE sampai saat ini. Dan yang kita ketahui, saat ini Karni juga menjadi presenter dalam acara "Indonesia Lawyers Club" di TVONE .

Selama memimpin redaksi, di media cetak maupun televisi, Karni tak pernah berleha-leha santai di belakang meja. Karni sering turun ke lapangan untuk melihat keadaan langsung di TKP. "Kalau jadi wartawan jangan kayak menunggu tahi hanyut", ucapannya kepada para anak buahnya di FORUM maupun TEMPO.

Dan baginya, kekecewaan dia dengan dunia kewartawanan adalah ketika wartawan tidak mau mencari tahu dan berusaha untuk memahami suatu pemberitaan. Hal tersebut dapat menyebabkan masyarakat menerima informasi yang salah.

Sekian Tentang : Karni Ilyas Sebagai Tokoh Sekaligus Teladan Wartawan Di Indonesia, Semoga bermanfaat, terimakasih