Hubungan Ideologi Politik, Budaya Politik dan Partisipasi Politik
HUBUNGAN IDEOLOGI POLITIK, BUDAYA POLITIK, DAN PARTISIPASI POLITIK


A. IDEOLOGI POLITIK
Ideologi politik ialah merupakan kegiatan secara serius dilakukan dalam studi-studi ilmu politik, oleh sebab itu ideologi politik adalah konsep penting dikaji dalam ilmu politik. Konsep ideologi ini banyak digunakan terutama dalam literatur ilmu politik. Khususnya, yang berhubungan dengan masalah gerakan sosial dan globalisme politik.
Dalam ilmu sosial, Ideologi politik adalah sebuah himpunan ide dan prinsip yang menjelaskan bagaimana seharusnya masyarakat bekerja, dan menawarkan ringkasan order masyarakat tertentu. Ideologi politik biasanya mengenai dirinya dengan bagaimana mengatur kekuasaan dan bagaimana seharusnya dilaksanakan.
Teori komunis Karl Marx, Friedrich Engels dan pengikut mereka, sering dikenal dengan marxisme, dianggap sebagai ideologi politik paling berpengaruh dan dijelaskan lengkap pada abad 20.Contoh ideologi lainnya termasuk: anarkisme, kapitalisme, komunisme, komunitarianisme, konservatisme, neoliberalisme, demokrasi kristen, fasisme, monarkisme, nasionalisme, nazisme, liberalisme, libertarianisme, sosialisme, dan demokrat sosial.
Kepopuleran ideologi berkat pengaruh dari "moral entrepreneurs", yang kadang kala bertindak dengan tujuan mereka sendiri. Ideologi politik adalah badan dari ideal, prinsip, doktrin, mitologi atau simbol dari gerakan sosial, institusi, kelas, atau grup besar yang memiliki tujuan politik dan budaya yang sama. Merupakan dasar dari pemikiran politik yang menggambarkan suatu partai politik dan kebijakannya.
Ada juga yang memakai agama sebagai ideologi politik. Hal ini disebabkan agama tersebut mempunyai pandangan yang menyeluruh tentang kehidupan. Islam, contohnya adalah agama yang holistik.
B. Budaya Politik ,Berikut adalah beberapa pengertian budaya politik
1. Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri dari atas pengrtahuan, adat istiadat, Takhayul, mitos. Semuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar masyarakat.budaya politik memberikan alasan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain.
2. Budaya politik dapat dilihat dari aspek doktrin dan aspek genetik. Aspek doktrin menekankan isi Materi seperti sosiolisme, demokrasi, atau nasionalisme. Aspek genetik menganalisis bentuk peranan, dan ciri-ciri budaya politik, seperti militan,utopis, terbuka, atau tertutup.
3. hakikat budaya politik yang menyangkut masalah nilai-nilai adadalah prinsip dasar yang melandasi pandangan hidup berhubungan dengan masalah tujuan
4. bentuk budaya politik menyangkut sikap normal, yaitu sikap terbua dan tertutup, tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan masyarakat, pola kepemimpinan (konformitas atau mendorong insiatif kebebasan), sikap terhadap mobilitas (mempertahankan status quo atau mendorong mobilitas), dan prioritas kebijakan (menekankan ekonomi dan politik).
Setiap bangsa pasti memiliki suatu budaya politik. Secara terminologis Budaya politik adalah suatu nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat, namun setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya.
Sedangkan menurut para ahli, yaitu :
Almond and Verba : budaya politik adalah suatu sikap orientasi khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya serta sikap terhadap peranan warga negara yang ada di dalam sistem itu. Lebih kepada mengidentifikasikan diri dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan.
Alan R Ball : Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu politik.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa budaya politik adalah bagian dari ciri-ciri yang khas meliputi legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijakan, kegiatan partai politik, pelaku aparat negara serta gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah.
Budaya politik di Indonesia merupakan perwujudan dari nilai-nilai dianut oleh bangsa Indonesia sebagai pedoman kegiatan-kegiatan politik kenegaraan. Setelah era reformasi orang menyebut Indonesia telah menggunakan budaya Politik partisipan karena telah bebasnya Demokrasi, partisipatifnya masyarakat dan tidak tunduk dari keputusan atau kinerja pemerintah baru.
Ketika era orde baru demokrasi dikekang, baik segala bentuk media dikontrol dan diawassi oleh pemerintah melalui departemen penerangan agar tidak mempublikasikan kebobrokan pemerintah.
Adapun komponen-komponen dalam budaya politik, menurut Almond dan verba, yaitu :
Orientasi kognitif : berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan gejala kewajibannya serta input dan output.
Orientasi afektif : perasaan terhadap sistem politik pada aktor dan penampilnya.
Orientasi evaluatif : keputusan dan pendapat tentang objek-objek politik secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.
Selain itu, terdapat beberapa tipe budaya politik, yaitu :
Militan : perbedaan dijadikan usaha jahat dan menentang bukan mencari alternatif. Bila terjadi krisis yang dicari adalah kambing hitam, bukan peraturan yang salah dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi.
Toleransi : berpusat pada pemikiran masalah atau ide yang harus dinilai, membuka pintu kerjasama, sikap netral dan kritis terhadap ide orang tapi bukan curiga.
C. PARTISIPASI POLITIK
1. Partipasi politik menurut hungtintong dan joan nelson adalah sikap poitik yang mencakup segala kegiatan atau aktivitas (action), yang mempunyai relevansi politik ataupun hanya memengaruhi penjabat-penjabat pemerintahan dalam pengambilan keputusan pemerintahan. Dari pengertian partisipasi politok diatas maka Huntington dan Nelson memberikan batasan mengenai partisipasi politik yaitu;
2. Partisipasi yang menyangkut kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap. Hal-hal seperti sikap dn perassaan politik hanya dipandang sebagai sesuatu yang berkaitan dengan bentuk tindakan politik bukan terpisah dari tindakan politik.
Subjek yang dimasukkan dalam partisipasi politik itu adalah warga negara preman ( Private Citizen) atau lebih tepatnya orang per orang dlam peranannya sebagai warga negara biasa, bukan orang-orang profesional dibidang politik seperti pejabat pemerintah, pejabat partai, calon politikus, lobbi professional.
Kegiatan partisipasi politik dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dan ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah yang mempunyai wewenang politik.
Mencakup semua kegiatan yang mempengaruhi pemerintah, terlepas apakah tindakan itu mempunyai efek atau tidak, berhasil atau gagal.
Mencakup partisipasi otonom dan partisipasi dimobilisasikan, partisipasi otonom yaitu kegiatan politik yang oleh pelakunya sendiri dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Sedangkan partisipasi yang dimobilisasikan adalah kegiatan politik yang dilakukan karena keinginan orang lain.
Konsep partisipasi politik ini menjadi sangat penting dalam arus pemikiran deliberative democracy atau demokrasi musawarah. Pemikiran demokrasi musyawarah muncul antara lain terdorong oleh tingginya tingkat apatisme politik di Barat yang terlihat dengan rendahnya tingkat pemilih (hanya berkisar 50 - 60 %). Besarnya kelompok yang tidak puas atau tidak merasa perlu terlibat dalam proses politik perwakilan menghawatirkan banyak pemikir Barat yang lalu datang dengan konsep deliberative democracy.
Di Indonesia saat ini penggunaan kata partisipasi (politik) lebih sering mengacu pada dukungan yang diberikan warga untuk pelaksanaan keputusan yang sudah dibuat oleh para pemimpin politik dan pemerintahan.
Misalnya ungkapan pemimpin "Saya mengharapkan partispasi masyarakat untuk menghemat BBM dengan membatasi penggunaan listrik di rumah masihng-masing". Sebaliknya jarang kita mendengar ungkapan yang menempatkan warga sebagai aktor utama pembuatan keputusan.
Dengan meilhat derajat partisipasi politik warga dalam proses politik rezim atau pemerintahan bisa dilihat dalam spektrum:
Rezim otoriter - warga tidak tahu-menahu tentang segala kebijakan dan keputusan politik
Rezim patrimonial - warga diberitahu tentang keputusan politik yang telah dibuat oleh para pemimpin, tanpa bisa memengaruhinya.
Rezim partisipatif - warga bisa memengaruhi keputusan yang dibuat oleh para pemimpinnya.
Rezim demokratis - warga merupakan aktor utama pembuatan keputusan politik.
Sifat yang berseberanga dengan partisipasi politik adalah sikap Apatis( masa bodoh)secara sederhana sekali bisa didefinisikan sebagai tidak punya minat atau tidak punnya perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejala-gajala pada umumnya atau pada khususnya.
Dari sudut pandang sosiologis, dapat diterapkan pada masyarakat secara umum atau hannya pada aspek-aspek tertentu dari masyarakat. Karena itu, sejauh mengenai partisipasi politik, sifat yang paling penting dari seorang yang apatis adalah kepasifanya atau tidak adanya kegiatan politik.
Ditinjau dari sudut pandang kadar dan jenis aktivitasnya maka menurut Milbart dan Goel (dalam Soeharno: 2004; 104) membagi partisipasi politik dalam beberapa kategori yaitu;
Apatis ( masa bodoh) yaitunorang yang menarik diri dari aktivitas politik.
Spektator yaitu orang-orang yang paling tidak, pernah itkut dalam pemilihan umum.
Gladiator yaitu orang-orang yang secara aktif terlibat dalam proses politik, yakni sebagai komunikator dengan tugas khusus mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai dan pekerja kampanye, serta aktivis masyarakat.
Pengeritik yaitu orang-orang yang berpartisipsi dalam bentuk yang tidak konvensional
Partisipasi politik apabila dipandang dari segi stratifikasi sosial maka menurut Goel dan Oslan (dalam Suharno: 2004;105-106) terbagi atas beberapa hal yakni;
Pemimpin politik /Aktivitas politik
1. Komunikator, yaitu orang yang menerima dan menyampaikan ide-ide, sikap dan informasi politik kepada orang lain
2. Warga negara marginal yaitu orang yang sedikit melakukan kontak dengan sistem politik
Orang-orang yang terisolasi, yaitu orang-orang yang jarang melakukan kontak dengan system politik
Partisipasi politik juga dapat dikategorikan berdasarkan jumlah pelaku, yakni individu dan kolektif.
3. Individu adalah perorangan, sedangkan kolektif adalah kegiatan warga negara secara serentak untuk memengaruhi penguasa.
4. Partisipasi politik kolektif dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi kolektif yang konvensional seperti kegiatan dalam proses pemilihan umum dan partisipasi kolektif yang tidak konvensional (agresif), seperti pemogokan yang tak sah, menguasai bangunan umum, dan huru-hara.
Partisipasi politik kolektif secara agresif dibedakan menjadi dua, yaitu aksi yang kuat dan aksi yang lemah. Aksi yang kuat dan lemah tidak menunjukkan sifat yang baik dan yang buruk.
Dalam hal ini, kegiatan politik dapat dikategorikan kuat apabila memenuhi tiga kondisi berikut:
bersifat antirezim, dalam arti melanggar peraturan mengenai partisipasi politik yang normal (melanggar hukum), mampu mengganggu fungsi pemerintahan, dan harus merupakan kegiatan kelompok yang dilakukan oleh nonelit (dalam Basrowi, Sudikin dan Suko Susilo, 2012: 72).
Aksi protes yang dibenarkan oleh hukum tidak termasuk ke dalam kategori partisipasi politik agresif, seperti pemboikotan dan pemogokan buruh biasa tanpa tujuan-tujuan politik.Apabila partisipasi politik yang agresif tidak mengandung kekerasan, kegiatan ini di sebut pembangkangan warga Negara (civil disobedience), seperti penolakan wajib militer.
Sebaliknya, apabila kegiatan itu mengandung kekerasan disebut kekerasan politik (politik violence), seperti pembunuhan politik. Partisipasi politik di negara-negara yang menerapkkan sistem politik demokrasi merupakan hak warga Negara, akan tetapi dalam kenyataan, presentase warga negara yang berpartisipasi berbeda dari satu Negara kenegara yang lain. Dengan kata lain, tidak semua warga Negara ikut serta dalam proses politik(dalam Basrowi, Sudikin dan Suko Susilo, 2012: 72).
Faktor-faktor yang diperkirakan memengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang ialah kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik). Myron Meiner menjelaskan faktor-faktor penyebab masyarakat berkenaan berpartisipasi dalam politik, yaitu:
Akibat adanya modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.
👉 Adanya perubahan-perubahan struktur kelas.
👉Adanya pengaruh kaum intelektual dan komunikasi masa modern.
👉Adanya konflik antar kelompok kepentingan politik
👉Adanya keterlibatan pemerintah meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
👉Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan.
👉Status sosial dan status ekonomi memiliki kontribusi yang penting dalam mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik.
👉Seseorang yang memiliki status ekonomi tinggi dipandang lebi cenderung untuk berpartisipasi politik secara aktif, dibandingkan dengan yang status ekonominya lebih rendah.
👉Partisipasi politik antara masyarakat didaerah perkotaan dan pedesaaan tentu berbeda, tingkat partisipasi politik di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan daerah pedesaan, maka hal ini merupakan akibat dari perbedaan status sosial, pendidikan dan lapangan pekerjaan.